MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Mantan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) periode 1983-1986, Immawan Wahyudi mengatakan, menjelang Milad IMM ke 57 tahun pada 15 Meret mendatang, kesarjanahan Mahasiswa Muhammadiyah jangan beku dan hanya kuat pada sisi tekstual, namun lemah sisi konteksnya.
Mengenang era Pak AR Fachruddin, Immawan Wahyudi menyebut era itu Muhammadiyah begitu terbuka dalam konteks keilmuan. Meskipun demikian, kader masih tetap berdada dalam bingkai Kemuhammadiyahan. Karena itu kepada kader IMM yang mencari pencerahan tidak perlu jauh-jauh mencari keluar Muhammadiyah, karena di rumah Muhammadiyah sudah ada.
“Insyaallah pencerahan itu manfaat, baik untuk eksternal maupun internal. Pada sisi internal, pencerahan itu dapat menguatkan seluruh jaringan kader, pengurus, maupun anggota bahkan simpatisan. Eksternalnya tentu kita kita punya tanggung jawab terhadap maju mundurnya bangsa kita ini,” ungkapnya pada (5/3) dalam Pengajian Forum Komunikasi Alumni (Fokal) IMM UAD.
Dalam konteks kebangsaan, Muhammadiyah dan IMM memiliki tanggung jawab untuk membantu mengentaskan segala persoalan yang menyelimutinya. Mengahdapi dinamika politik yang terjadi sekarang, menurutnya membutuhkan kader yang faham dan jujur. Karena, dialektika politik yang sedang berlaku di bangsa ini begitu sangat mengecewakan dan penuh kebohongan.
Dialektika politik tidak etis, karena yang diadu, diperdebatkan dan ‘diserang’ bukan lagi soal gagasan, meliankan persona publik. Kepakaran tokoh publik yang ditampilkan melalui media sosial dan menyerang personal, menurut Immawan adalah bentuk kebekuan dan reduksi dari kepakaran yang dimiliki.
Merujuk pada pendapat Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, Immawan Wahyudi mengajak untuk tidak berlarut dalam pro-kontra yang berkelanjutan di media sosial. Langkah bijak ini diharapkan mampu menghidupkan bangsa dan negara produktif. Selain itu, berlarut di media sosial menurutnya akan mengunci manusia dalam realitas semu dan meningalkan realitas yang sesungguhnya.
“Kita baiknya belajar kepada tokoh Muhammadiyah yang memiliki cara khas yang saya kira pas untuk menghadapai dinamika dengan tidak mendongak keatas tapi juga tidak tunduk ke bawah,” menurutnya.
Ia mengajak kepada seluruh kader IMM, baik yang sudah tergabung di Fokal dan masih menjabat di struktur kepemimpinan semua level supaya sering melakukan silaturahmi. Kegiatan silaturahmi dimaksudkan untuk mengecek apakah sudah benar-benar bersilaturahmi, atau hanya formalistik. Jangan sampai kader IMM terlihat berkumpul-kumpul namun hatinya saling terpecah-belah.