MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Ahli parasitologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dr. Farindira Vesti Rahmasari menyampaikan pemaparannya terkait ramainya kasus anak berusia empat tahun yang meninggal dunia akibat infeksi cacing. Hal tersebut dinilainya masih menjadi masalah kesehatan yang serius di Indonesia.
Menurut penjelasannya, infeksi cacing terjadi ketika telur atau larva masuk ke tubuh melalui makanan, minuman, maupun tanah yang terkontaminasi. Ia mengungkap bahwa jika hal tersebut berlangsung lama tanpa adanya pengobatan, maka jumlah cacing dalam tubuh akan terus bertambah bahkan dapat mengganggu fungsi organ vital.
“Kasus ini kemungkinan besar dipicu oleh kebiasaan anak bermain di tanah kotor, kurangnya kebiasaan mencuci tangan, dan lingkungan yang tidak higienis. Penularan dapat terjadi melalui kotoran manusia yang mengandung telur cacing, kemudian masuk lewat makanan, minuman, atau tangan yang kotor. Infeksi berulang tanpa penanganan dapat menimbulkan hiperinfeksi, sehingga jumlah cacing di usus sangat banyak,” jelasnya pada rilis yang diterima pada Kamis (21/8).
Menambahkan pemaparannya, dr. Farindira menyebut bahwa terdapat beberapa jenis cacing yang dapat menyerang anak-anak diantaranya cacing gelang (Ascaris Lumbricoides), disusul cacing tambang dan kemudian cacing cambuk. Akibatnya jika dalam jumlah besar maka dapat menimbulkan malnutrisi, sumbatan usus, perforasi, peritonitis, bahkan dapat berujung kematian.
“Infeksi berat bisa memicu komplikasi serius seperti sumbatan usus dan peritonitis. Inilah yang diduga menjadi penyebab kematian anak di Sukabumi tersebut. Gejala awal cacingan kerap tak disadari orang tua. Biasanya anak mengalami perut buncit, nafsu makan menurun, berat badan sulit naik, serta keluhan seperti sakit perut dan mual tanpa sebab yang jelas,” tutur dr. Farindira.
Selain gejala-gejala di atas, dr. Farindira menyebut bahwa terkadang juga muncul gejala pada saluran pernapasan, sebab larva bermigrasi melalui paru-paru. dr. Farindira menyebut, pada kasus berat, cacing bahkan bisa keluar melalui muntahan, kotoran, hidung, atau telinga anak.
“Pencegahan jauh lebih penting. Obat cacing sudah menjadi program pemerintah, namun keberhasilannya tergantung pada kesadaran orang tua. Selain itu, kebersihan makanan, munuman, dan kebiasaan mencuci tangan anak juga harus dijaga,” tegasnya.
Terakhir, dr. Farindira menyebut bahwa langkah pencegahan ini harus dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya pada individu. Penting untuk menjaga lingkungan, memberikan sanitasi yang baik, akses air bersih, serta menjaga kebersihan rumah untuk memutus rantai penularan.
Selain itu, ia juga menghimbau bahwa keterlibatan keluarga, sekolah, hingga komunitas sangat dibutuhkan sebab pengobatan saja dinilainya tidaklah cukup. melainkan langkah-langkah pencegahan diatas perlu dilakukan secara bersama untuk mengurangi sumber penularan pada cacing.
“Pengobatan saja tidaklah cukup. Jika lingkungan tetap kotor, sumber penularan akan terus ada. Masalah ini masih menjadi masalah kesehatan tropis di Indonesia, tapi sebenarnya bisa dicegah dengan langkah-langkah yang sederhana,” tutupnya. (bhisma)