MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Meneladani kisah Nabi Ibrahim AS ketika mendapat ujian berat dari Allah untuk mengorbankan anaknya adalah makna pada setiap perayaan Iduladha. Nabi Ibrahim AS mampu melewati ujian yang sangat berat sebagai bentuk ketaatan dan kualitas iman yang mutlak kepada Tuhan.
“Dengan ujian tersebut maka akan terbukti kualitas keimanan seseorang, apakah hanya sekadar pernyataan dimulut saja ataukah sebuah keimanan yang benar-benar teruji, ” tegas Muhammad Izzul Muslimin dalam Khutbah Iduladha pada Jumat (6/6) di Halaman Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi, Jakarta Timur.
Izzul juga mengingatkan bahwa kualitas keimanan seorang hamba akan selalu diuji, ujian tidak hanya dalam bentuk kesulitan atau keburukan, namun ada juga ujian berupa kebaikan dan kenikmatan.
“Apabila kita diuji dengan keburukan atau kesulitan, apakah kita akan tetap tabah dan sabar menghadapinya, sebaliknya jika kita diuji dengan kebaikan atau kenikmatan, apakah kita akan teteap ingat dan bersyukur kepada Allah,” jelasnya.
Sebagian manusia kerap lalai akan kenikmatan yang dirasakan, sehingga lupa bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Allah, padahal bukan hal mustahil jika Allah menarik kembali nikmat itu dari hambanya.
Izzul mengingatkan untuk selalu mawas diri bahwa kekayaan yang melimpah, jabatan yang terhormat, anak keturunan yang baik, penguasaan ilmu yang tinggi bisa jadi merupakan ujian kenikmatan.
“Dengan keadaan seperti ini hendaklah kita selalu mawas diri dengan selalu ingat kepada Allah dan tidak kurang-kurangnya selalu bersyukur atas nikmat Allah yang telah diberikan. Kita juga harus menyadari bahwa nikmat itu semata-mata datangnya dari Allah, dan jika sewaktu-waktu Allah menghendaki sangat mudahlah bagi Allah untuk mencabut itu dari diri kita,” ungkapnya.
Izzul menguraikan bagaimana bentuk cobaan yang sedang dihadapi manusia saat ini, bentuk ujian dalam hal ekonomi dimana Ia katakan bahwa perekonomian dunia saat ini sedang tidak baik-baik saja, bahkan dampaknya sampai ke Indonesia.
“Marilah kita ciptakan kebersamaan, ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariyah. Karena dengan membangun kebersamaan dan persaudaraan itulah kita dapat menjadikan kehidupan di dunia ini menjadi lebih baik, sebagai bekal untuk kehidupan kelak di akhirat,” pungkasnya. (adel)