Bayangkan sebuah dunia di mana seluruh umat Islam, dari Sabang hingga Casablanca, merayakan Idulfitri pada hari yang sama. Tidak ada lagi perdebatan tentang kapan bulan Ramadhan berakhir atau kapan Dzulhijjah dimulai. Itulah visi besar di balik Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT): konsep kalender yang menawarkan solusi bagi perbedaan penanggalan Islam.
Prinsip pertama KHGT adalah keselarasan hari dan tanggal. Dalam pandangan ini, seluruh dunia akan mengikuti satu tanggal dan satu hari yang sama. Jadi, bayangkan ketika azan subuh berkumandang di Jakarta pada hari Jumat, pada waktu yang sama di belahan bumi lain, meski waktunya berbeda, tetaplah Jumat.
Tidak ada lagi situasi di mana satu negara sudah merayakan Iduladha sementara negara lain baru berpuasa. Ini bisa dibilang adalah langkah maju yang berupaya menyatukan seluruh umat Muslim, terlepas dari perbedaan waktu.
Namun, bagaimana mungkin kita bisa menyelaraskan penanggalan seluruh dunia? Di sinilah hisab berperan penting. Dalam penentuan awal bulan hijriah, hisab – atau perhitungan astronomis – dianggap lebih memberikan kepastian.
Sebagai metode tradisional melihat hilal dengan mata telanjang, rukyat dianggap tidak praktis untuk memprediksi penanggalan jauh ke depan. Di sisi lain, hisab memungkinkan umat Muslim untuk memiliki kalender yang pasti, jauh sebelum waktunya tiba.
Bahkan, dalam sebuah pertemuan ilmiah di Abu Dhabi pada tahun 2006, para ahli falak memutuskan bahwa solusi bagi masalah kalender Islam hanya bisa dicapai dengan mengandalkan hisab, seperti halnya kita menggunakan perhitungan astronomis untuk menentukan waktu salat.
Selain itu, KHGT menghapus konsep keragaman matlak atau perbedaan wilayah pengamatan hilal. Seluruh bumi dipandang sebagai satu matlak atau wilayah pengamatan yang sama. Ini berarti hilal yang terlihat di satu tempat dapat berlaku untuk seluruh dunia.
Dengan konsep ini, kita tak lagi menghadapi masalah perbedaan tanggal yang sering terjadi saat hari besar Islam, seperti Idulfitri. Tidak ada lagi zona tanggal yang berbeda-beda; bumi kita adalah satu kesatuan.
KHGT juga memperkenalkan ide transfer imkanu rukyat, yaitu memindahkan hasil pengamatan hilal di satu tempat ke tempat lain yang belum memungkinkan melihat hilal. Bayangkan seorang Muslim di Maroko melihat hilal dengan jelas pada suatu malam. Dengan prinsip ini, hasil pengamatannya bisa diadopsi oleh Muslim di Indonesia, meskipun di sana hilal belum terlihat.
Yang menarik, KHGT tidak hanya menyelesaikan masalah penentuan awal bulan, tetapi juga memperkenalkan permulaan hari universal. Dalam sistem ini, hari baru dimulai pada pukul 00:00 di garis bujur 180 derajat, titik yang membagi bumi menjadi dua. Ini berarti, durasi hari universal berlangsung selama 48 jam di seluruh dunia.
Misalnya, hari Jumat di bumi akan berlangsung selama 48 jam, dari pukul 00:00 di satu sisi bumi hingga pukul 00:00 di sisi lainnya. Dengan demikian, hari Jumat di Jakarta, Tokyo, dan New York masih merupakan hari yang sama, meski waktu lokalnya berbeda.
Dengan prinsip-prinsip ini, KHGT menawarkan sebuah cara untuk menyatukan umat Islam secara global. Di masa depan, mungkin kita akan melihat sebuah dunia di mana umat Islam tidak lagi kebingungan menentukan tanggal penting agama mereka. Semua orang akan merayakan bersama, pada hari yang sama, dengan semangat yang sama.
Referensi:
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Materi Musyawarah Nasional Tarjih: Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT), Pekalongan, 2024.