Di masa modern ini, media sosial tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita. Lewat platform-platform ini, kita dapat melihat berbagai konten yang disajikan oleh influencer, tokoh, atau selebriti yang memiliki jutaan pengikut. Kekaguman terhadap mereka menjadi fenomena umum, bahkan hingga tingkat fanatisme.
Bagaimana Islam pengidolaan yang berlebihan ini bila dilihat dari pandangan Islam? Apakah kekaguman tanpa batas ini sesuai dengan ajaran agama?
Allah SWT dan Rasul-Nya yang paling Utama
Dalam Majalah Suara Muhammadiyah, No. 7 tahun 2003, terdapat bahasan berjudul “Mengagumi dan Mengikuti Kyai Kharismatik”. Pada bahasan tersebut dijelaskan bahwa kita hanya wajib taat dan patuh hanya kepada Allah dan Rasul-Nya saja.
Sedang dalam masalah duniawi kita boleh mengikuti ulil amri (pemerintah) selama pemerintah itu tidak menyimpang dari ajaran dan perintah Allah dan Rasul-Nya. Islam menekankan bahwa ketaatan dan kekaguman tertinggi hanya layak diberikan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Allah SWT berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ . قُلْ أَطِيعُوا اللهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْكَافِرِينَ.
Artinya: “Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’. Katakanlah: ‘Taatilah Allah dan Rasul-Nya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir’.” [QS. Ali Imran (3) : 31-32]
Ayat ini menegaskan bahwa cinta dan kepatuhan yang utama harus diberikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Bahkan ketika kita mengagumi seseorang, baik itu ulama, pemimpin, atau tokoh publik, kekaguman tersebut harus selalu berada di bawah ketaatan kita terhadap Allah dan Rasul-Nya. Dalam masalah duniawi, kita juga boleh mengikuti ulil amri (pemimpin) selama mereka tidak menyimpang dari ajaran Islam, sebagaimana dijelaskan dalam QS. An-Nisa (4): 59.
Dampak Negatif Pengidolaan yang Berlebihan
Mengidolakan seseorang secara berlebihan dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif, baik bagi individu maupun masyarakat. Ketika seseorang terlalu larut dalam pengidolaan, mereka bisa kehilangan keseimbangan dalam hidupnya, sehingga memprioritaskan tokoh idolanya melebihi apa yang seharusnya. Ini dapat menyebabkan fanatisme yang berujung pada perilaku yang tidak sesuai dengan prinsip Islam.
Pengidolaan berlebihan dapat membawa berbagai dampak negatif, baik bagi individu maupun masyarakat. Pada tingkat individu, fanatisme dapat menyebabkan seseorang kehilangan keseimbangan dalam hidupnya. Dia akan lebih fokus pada idolanya dan mengabaikan hal-hal penting lainnya, seperti kewajiban agama, keluarga, atau pekerjaan. Ini juga bisa menyebabkan seseorang mengikuti gaya hidup yang tidak Islami hanya karena ingin meniru idolanya.
Pada skala masyarakat, pengidolaan yang berlebihan dapat memicu kerusuhan dan ketidaktertiban. Sebagai contoh, kita terkadang mendengar berita tentang kerumunan massa yang mengerubungi artis atau tokoh terkenal yang datang ke suatu tempat. Keinginan untuk bertemu atau sekadar melihat idolanya sering membuat orang rela melakukan apa saja agar tidak ketinggalan momen.
Ketika massa berkumpul secara berlebihan untuk bertemu idola, sering kali terjadi kericuhan, infrastruktur rusak, dan merugikan pihak lain, seperti pedagang atau warga setempat yang tidak terlibat.
Perilaku-perilaku tersebut jelas tidak sesuai dengan ajaran Islam. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda: “Seorang muslim adalah orang yang Kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya, dan seorang Muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.” (HR. Bukhari, Shahih Bukhari No. 9).
Pengidolaan dalam Batas yang Sehat
Islam tidak melarang seseorang untuk mengagumi tokoh atau seseorang, selama hal tersebut tidak melampaui batas yang wajar. Allah berfirman dalam QS. An-Nisa (4): 59 tentang ketaatan kepada ulil amri (pemimpin), tetapi juga mengingatkan agar kita selalu kembali kepada Allah dan Rasul-Nya ketika terjadi perbedaan pendapat atau keraguan.
Ini menunjukkan bahwa kita boleh menghormati atau mengagumi seseorang, selama mereka tetap mematuhi ajaran Islam.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي اْلأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (as-Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.” [QS. an-Nisa’ (4): 59]
Kekaguman yang sehat adalah ketika kita terinspirasi oleh seseorang untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Namun, kita harus tetap kritis dan selektif, memastikan bahwa tindakan yang kita teladani dari seseorang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Kita tidak boleh meniru apa pun yang bertentangan dengan ajaran agama, bahkan jika itu dilakukan oleh tokoh yang kita kagumi.
Dengan demikian, mengidolakan seseorang adalah hal yang wajar selama tidak berlebihan. Islam mengajarkan kita untuk menjaga keseimbangan dalam segala hal, termasuk dalam mengagumi tokoh atau influencer. Ketaatan tertinggi hanya diberikan kepada Allah dan Rasul-Nya, sementara kekaguman kepada manusia harus selalu berada dalam batas yang sesuai dengan syariat.
Fanatisme yang berlebihan hanya akan membawa kerugian, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Sebagai Muslim, kita harus selalu menimbang setiap tindakan, apakah hal tersebut sesuai dengan ajaran agama dan apakah dapat merugikan orang lain. Islam mendorong kita untuk mengagumi kebaikan dan akhlak, bukan popularitas atau ketenaran semata.
Referensi:
Fatwa Tarjih. (2022, Juli 26). Bolehkah Mengagumi dan Mengikuti Kyai Kharismatik?. https://fatwatarjih.or.id/bolehkah-mengagumi-dan-mengikuti-kyai-kharismatik/