Memulai pekerjaan dengan membaca Al-Fatihah sering menjadi kebiasaan di kalangan masyarakat Muslim, terutama saat memulai doa atau acara penting. Dalam praktiknya, pembacaan Al-Fatihah ini sering diawali dengan ungkapan “Ila hadhrati…” yang dimaksudkan sebagai bentuk hadiah kepada para tokoh tertentu, seperti Syekh Abdul Qadir Jailani.
Namun, bagaimana pandangan Muhammadiyah terhadap kebiasaan ini?
Secara umum, memulai pekerjaan dengan membaca Bismillah (Basmalah) sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Hal ini didasarkan pada hadis riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah yang menyebutkan, “Setiap perkara yang tidak dimulai dengan menyebut nama Allah (Bismillah) akan terputus berkahnya.”
Penjelasan lebih lanjut mengenai hadis ini dapat ditemukan dalam kitab Asnal Matalib, yang menekankan pentingnya Basmalah dalam memulai segala bentuk aktivitas. Selain itu, pengertian dari kalimat “Alhamdulillah” dalam Al-Fatihah juga disebut mencakup Basmalah, sebagaimana dijelaskan oleh Amir Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam.
Meskipun tidak ada larangan untuk memulai pekerjaan dengan membaca Al-Fatihah, terutama jika niatnya adalah untuk keberkahan, Muhammadiyah memiliki pandangan yang sedikit berbeda terkait praktik hadiah bacaan Al-Fatihah untuk para wali atau tokoh-tokoh seperti Syekh Abdul Qadir Jailani. Muhammadiyah lebih menekankan pada niat yang murni dalam beribadah sesuai dengan ajaran Rasulullah, tanpa menambah-nambah praktik yang tidak memiliki dasar dari Nabi.
Dalam hal ini, jika kita membaca Al-Fatihah sebagai bentuk doa atau pembukaan suatu acara, sebaiknya niatkan bacaan tersebut untuk kebaikan dan keberkahan pekerjaan yang akan kita mulai, bukan untuk dihadiahkan kepada siapa pun.
Pandangan ini juga berkaitan dengan keputusan-keputusan yang diambil dalam Muktamar Muhammadiyah, di mana pembacaan Al-Fatihah sebagai bentuk hadiah kepada para wali tidak dijadikan pola praktik yang dianjurkan. Namun, Muhammadiyah tidak melarang pembacaan Al-Fatihah untuk tujuan pembukaan suatu kegiatan, asalkan tidak disertai dengan niat yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Dalam konteks kebersamaan dengan umat Muslim lainnya yang terbiasa membuka acara dengan Al-Fatihah, Muhammadiyah menekankan pentingnya menjaga persaudaraan dan kerukunan. Selama niat kita tetap untuk mengikuti tuntunan Rasulullah, membaca Al-Fatihah sebagai pembukaan adalah sah dan dibenarkan.
Kesimpulannya, memulai pekerjaan dengan membaca Al-Fatihah tidaklah salah, selama niat kita adalah untuk memohon berkah dan ridha Allah. Jika kita berada di lingkungan yang memiliki kebiasaan membaca Al-Fatihah sebagai hadiah, kita bisa meluruskan niat agar bacaan kita tetap sesuai dengan tuntunan Rasulullah.
Referensi:
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Tanya Jawab Agama IV, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2003).