Al-Qur’an dan Hadis merupakan dua rujukan utama yang ditinggalkan bagi umat Islam. Keduanya adalah sumber hukum yang saling melengkapi, dengan Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan Hadis sebagai penjelas dari ketentuan yang ada di dalamnya. Hadis memiliki peran penting dalam memperjelas, memperkuat, dan melengkapi hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Namun, bolehkah kita menjelaskan makna hadis dengan menggunakan ayat Al-Qur’an?
Hadis berfungsi sebagai penjelas (mubayyin) terhadap hal-hal umum yang ada dalam Al-Qur’an. Selain itu, hadis juga berperan sebagai penguat (muakkid) atas ajaran-ajaran Al-Qur’an, bahkan dalam beberapa kasus, menetapkan (mutsbit) hukum-hukum yang tidak disebutkan secara spesifik dalam Al-Qur’an. Hal ini menegaskan bahwa meskipun Al-Qur’an menjadi sumber utama, keberadaan hadis tidak bisa diabaikan karena keduanya saling melengkapi.
Allah SWT berfirman dalam surah An-Nisa ayat 59: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, serta ulil amri di antara kalian. Jika kalian berselisih tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.”
Ayat di atas menunjukkan bahwa segala bentuk perselisihan harus dikembalikan kepada Al-Qur’an dan hadis, yang artinya ketaatan pada Rasul adalah satu paket dengan ketaatan pada Allah SWT.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Aku telah meninggalkan pada kalian dua perkara, yang jika kalian berpegang teguh pada keduanya, kalian tidak akan tersesat selamanya; Kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya.”
Hadis di atas menguatkan posisi Al-Qur’an dan hadis sebagai dua sumber utama yang saling mendukung satu sama lain. Oleh karena itu, dalam menjelaskan hadis, penafsiran yang mengacu pada ayat-ayat Al-Qur’an bukan hanya diperbolehkan, tetapi menjadi metode yang dianjurkan.
Dalam khazanah keilmuan Islam, praktik menjelaskan hadis dengan ayat Al-Qur’an dikenal dengan istilah syarh bil-matsur, yaitu penjelasan yang didasarkan pada nash atau dalil yang shahih. Banyak ulama yang menggunakan metode ini dalam karya-karya mereka.
Salah satu contohnya bisa ditemukan dalam kitab Arba’in Nawawiyah karya Imam Nawawi, di mana hadis-hadis yang ada sering kali dijelaskan dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Sebagai contoh, hadis pertama tentang niat sering kali dihubungkan dengan surah Al-Bayyinah ayat 5 yang berbicara tentang pentingnya keikhlasan dalam beribadah.
Dengan demikian, menjelaskan makna hadis melalui ayat Al-Qur’an sah dilakukan karena keduanya adalah sumber hukum yang tidak dapat dipisahkan. Ayat-ayat Al-Qur’an membantu memperjelas makna hadis, begitu juga sebaliknya, hadis memberikan penjelasan lebih detail terhadap hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an. Keduanya menjadi panduan hidup yang menyeluruh bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan di dunia dan mempersiapkan diri untuk akhirat.
Referensi:
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, “Hukum Menjelaskan Hadis dengan Ayat Al-Qur’an”, https://fatwatarjih.or.id/hukum-menjelaskan-hadis-dengan-ayat-al-quran/, diakses pada Jumat, 06 September 2024.