MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Masalah kesehatan mental (mental health) bagi Gen Y dan Z sudah menjadi masalah serius, namun menurut Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti belum banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan.
Hal itu disampaikan oleh Guru Besar Bidang Pendidikan Islam ini secara daring pada Sabtu (18/5) di Webinar Nasional “Peran Perguruan Tinggi dalam Membangun Kesehatan Masyarakat Tangguh” yang diadakan Universitas Ahmad Dahlan (UAD).
Merujuk WHO, Mu’ti menjelaskan kesehatan mental adalah keadaan sejahtera setiap individu sehingga dapat mewujudkan potensi diri sendiri. Perlu digaris bawahi dari penjelasan tersebut adalah aktualisasi potensi diri.
“WHO memang menetapkan bahwa sekarang ini masyarakat dunia sebenarnya sudah mengalami darurat kesehatan mental, bahkan di Indonesia juga ini menjadi masalah yang serius,” ungkap Mu’ti.
Selaras dengan yang disampaikan oleh WHO, imbuh Mu’ti, Menteri Kesehatan Republik Indonesia menyebutkan satu dari sepuluh orang Indonesia berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan jiwa berat maupun ringan.
Gangguan kesehatan mental bisa disebabkan banyak hal, misalnya karena faktor genetik, kepadatan pekerjaan yang tinggi, tekanan lingkungan, bisa juga disebabkan masalah personal seperti trauma dan lain sebagainya.
Tumpukan berbagai stressor tersebut ikut andil dalam meningkatkan jumlah angka bunuh diri di Indonesia. Sebanyak 90 persen pelaku bunuh diri tersebut mengalami gangguan mental yang tidak tertangani sejak dini.
“Kita bisa melihat sekarang ini betapa banyaknya kelompok usia muda yang mengakhiri hidupnya dengan cara yang sangat tragis, dengan cara bunuh diri dan itu juga sebagiannya terjadi di kalangan mahasiswa,” ungkap Mu’ti.
“Bahkan angka bunuh diri kalangan remaja atau generasi Z ini juga cenderung semakin meningkat dan menjadi masalah yang semakin serius,” imbuhnya.
Meski angka bunuh diri di Indonesia relatif rendah jika dibandingkan dengan Korea Selatan dan Jepang, namun masalah ini tidak boleh dibiarkan. Sebab ini masalah serius yang membutuhkan perhatian dari banyak pihak.
Di negara-negara dengan angka bunuh diri tinggi, seringkali disebabkan adanya tekanan hidup dan juga pengaruh media sosial. Misalnya publik figur yang mengakhiri hidupnya karena terlalu banyak mendapat cibiran di media sosialnya.
Dalam menyikapi jumlah bunuh diri yang tinggi, Abdul Mu’ti menyarankan supaya membangun kohesi sosial, memperbanyak ruang untuk aktualisasi diri, termasuk ormas keagamaan juga bisa membuka ruang-ruang aktualisasi dan curhat untuk generasi Y dan Z.