Segenap kaum muslimin tentu mengetahui tentang Ka’bah sebagai kiblat umat Islam sedunia. Maka sangat wajar jika setiap muslim memiliki niatan baik dan cita-cita yang mulia untuk menggenapkan rukun Islam dengan melakukan haji atau setidaknya melaksanakan umrah.
Pembahasan ini akan berbicara tentang salah satu bagian penting dari Ka’bah yang mungkin jarang diketahui banyak orang, yaitu tentang kunci Ka’bah. Lalu bagaimana sejarah, spesifikasi dan siapakah para penggenggam amanah sebagai juru kunci Ka’bah itu ?
Sejarah Kunci Ka’bah
Sebagaimana kunci dan pintu pada umumnya, asal mula kunci Ka’bah selalu berkaitan erat dengan pintu Ka’bah yang bisa dibuka dan ditutup seperti yang tampak hari ini. Sedangkan secara pasti, belum ada satupun sumber yang secara rinci menyebut kapankah awal mulanya Ka’bah memiliki pintu dan kunci.
Akan tetapi, keberadaan kunci Ka’bah ini diketahui ada sejak era Daulah Abbasiyah, dan masih ada hingga hari ini. Di era Abbasiyah, kunci Ka’bah terbuat dari besi dengan ukiran emas atau perak di atas gembok dan kuncinya. Begitu halnya yang ditemukan di era-era selanjutnya, seperti era Mamluk dan era Daulah Utsmaniyyah, dengan mutu ukiran yang semakin meningkat, terukir dalam gembok dan kunci tersebut ayat-ayat Al-Quran, nama penguasa masa itu dan nama pembuat ukiran.
Di era Utsmaniyah, gembok dan kunci Ka’bah diketahui dibuat atas perintah dari Sultan Abdul Hamid Khan dengan angka tahun termaktub 1309 Hijriyah. Gembok dan kunci dengan ukiran nama sultan ini bertahan hingga hari ini. Kemudian di era Kerajaan Arab Saudi, Raja Khalid bin Abdul ‘Aziz memberikan perintah untuk mengganti pintu Ka’bah yang lama dengan yang lebih baru. Dengan tetap mempertahankan bentuk gembok dan kunci Ka’bah di era Sultan Abdul Hamid Khan.
Ada sekitar 48 kunci Ka’bah sejak era Utsmaniyyah hingga sekarang, sebagian terbuat dari emas murni.
Spesifikasi
Gembok
Gembok Ka’bah terbuat dari besi dengan bentuk tabung hexagonal dengan enam sisi. Panjangnya 38 cm. dan lebar keenam sisinya 3 cm. Sehingga keliling sisi-sisinya adalah 18 cm. Enam sisi tersebut terlapisi dengan kuningan yang tipis dengan panjang kuningan sekitar 8 cm dan lebar sekitar 2 cm, pada masing-masing sisi kuningan tersebut (kecuali sisi keenam) terdapat ukiran tulisan dengan tipe khat tsuluts yang diukir dengan sangat indah dengan tulisan setiap sisinya sebagai berikut:
Pada lembaran kuningan yang pertama tertulis: “Laa ilaha illa Allah, Muhammadu Rasulullah”, yang bermakna “Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Utusan Allah”.
Pada bagian kedua: “nashrun min Allah wa fathun qarib” dan “inna fatahna laka fathan mubiina” yang bermakna “kemenangan dari Allah, dan kemenangan itu dekat”, dan “Kami telah memberimu kemenangan yang besar”.
Pada bagian ketiga: “Amara bihadzal qafli asy-syarifi Maulana al-Mu’adzham”, yang bermakna “Gembok kehormatan ini (dibuat) atas perintah yang mulia Sultan yang agung”.
Pada bagian keempat: “al-Khaqan al-Afkham, as-Sulthan al-Ghazi ‘Abdul Hamid Khan” yang bermakna “Khaqan (julukan penguasa atau raja Turk dan Tartar) paling mulia, Sultan al-Ghazi (ksatria) Abdul Hamid Khan”.
Pada bagian kelima: “Khalada Allahu mulkahu ila muntaha ad-dauran” yang bermakna “Semoga Allah menjadikan kerajaannya kekal sampai urutan terakhir”.
Kunci
Kunci gembok Ka’bah bentuknya panjang, menyerupai gagang lesung di kedua ujungnya dengan panjang kurang dari 40 cm. Kepalanya berbentuk lingkaran berdiameter 3,5 cm, dengan tebal 1 cm.
Juru Kunci Ka’bah
Para juru kunci Ka’bah diwariskan dalam satu keluarga turun temurun sejak 16 abad lebih, bahkan sejak masa sebelum Islam, yaitu keluarga Bani Syaibah, yang merupakan keturunan Qushay bin Kilab. Keluarga ini memiliki tugas untuk menyimpan kunci Ka’bah, dan membukanya dalam sebuah upacara pencucian Ka’bah yang dilaksanakan sebanyak dua kali dalam setahun, yaitu pada setiap tanggal 1 Sya’ban dan 15 Muharram setiap tahunnya.
Upacara pencucian Ka’bah dimulai dengan shalat Subuh berjama’ah di Masjidil Haram, lalu dilanjutkan dengan membuka pintu Ka’bah dan memasukinya kemudian berlanjut dengan membersihkan bagian dalam Ka’bah dengan air Zamzam dan air perasan bunga Mawar.
Lalu dilanjutkan dengan dengan pembersihan bagian luarnya dengan air bercampur wewangian, dan ditutup dengan shalat seusai pencucian Ka’bah telah selesai. (Faruqi)