MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA — Pengkajian Ramadan 1445 H Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) resmi dibuka pada Senin (18/3) bertempat di Auditorium KH. Azhar Basyir UMJ.
Pengkajian Ramadan 1445 H di UMJ ini merupakan kali kedua, di mana sebelumnya sukses digelar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dengan tema sama “Dakwah Kultural : Perluasan Basis Komunitas dan Akar Rumput Muhammadiyah”.
Rektor UMJ, Ma’mum Murod menyampaikan syukur karena UMJ dipilih sebagai tuan rumah Pengkajian Ramadan 1445, selain itu juga ucapan syukur disampaikan atas capaian Akreditasi Institusi Unggul yang baru saja diraih oleh UMJ.
Menyinggung tentang tema pengkajian, Ma’mun berharap melalui pengkajian ini kultur dakwah yang ada di Muhammadiyah masa awal yang tercerabut bisa dikokohkan kembali sebagai cara efektif untuk berdakwah pada kalangan luas.
“Semoga nanti bisa menghasilkan rumusan-rumusan pemikiran terkait dengan dakwah kultural,” harap Ma’mun.
Sementara Ketua Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI), Bachtiar Dwi Kurniawan menegaskan, dipilihnya dakwah kultural bukan bukan lawan dari dakwah struktural. Selain itu, dakwah kultural juga bukan perubahan arah dakwah Muhammadiyah, sebab sejak awal memang dakwah Muhammadiyah tidak anti tradisi.
“Dilema-dilema dan miskonsepsi dari dakwah kultural ini akan kita bahas di sini, untuk mengupas bagaimana dakwah kultural Muhammadiyah,” katanya.
Melacak akar sejarah dakwah kultural, Bachtiar mengungkapkan geanologinya berasal dari Muktamar ke 38 Muhammadiyah tentang rumusan Gerakan Jamaah, Dakwah Jamaah (GJDJ). Konsep dakwah ini memiliki kesamaan dengan metode small group aprouch.
“Pendekatan berkelompok dalam memecahkan persoalan hidup di masyarakat,” tuturnya.
Sementara itu, dakwah kultural dirumuskan pada 2002 yang berarti sudah 20 tahun. Namun Bachtiar memandang ada perlambatan frekuensi keberhasilan dari konsep ini. Oleh karena itu pada pengkajian ini diharapkan melahirkan rumusan mempercepat keberhasilan dakwah kultural Muhammadiyah.