MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKATA—Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Muhamad Rofiq Muzakkir membawa pendekatan poskolonial yang dipadukan dengan argumen teologis dalam merespon perubahan iklim. Pendekatan ini ia sampaikan dalam acara Global Forum for Climate Movement di Universitas Ahmad Dahlan pada Jumat (17/11).
Dalam acara tersebut, Rofiq menyampaikan tiga argumen utama untuk membongkar dan mengatasi krisis iklim saat ini. Argumen pertama menyatakan bahwa krisis lingkungan terkini erat terkait dengan pandangan dunia humanisme sekuler. Hal ini sejalan dengan pandangan Haedar Nashir yang menggunakan istilah antroposentrisme.
“Argumen pertama saya, krisis iklim saat ini atau krisis lingkungan hidup saat ini sebenarnya adalah akibat dari pandangan dunia tertentu, cara pemahaman tertentu terhadap dunia yang merupakan humanisme sekuler,” tutur Rofiq.
Mengambil inspirasi dari sarjana Wael B Hallaq, Rofiq berpendapat bahwa landasan filosofis humanisme sekuler, berakar dalam sejarah Barat dan filsafat pencerahan, menjadi inti dari kekacauan lingkungan saat ini. Pernyataan ini menantang narasi yang berlaku dan menekankan bahwa krisis ini adalah hasil dari pelepasan nilai-nilai agama.
Argumen kedua menganjurkan untuk memusatkan kembali nilai-nilai metafisika, dengan penekanan khusus pada nilai-nilai agama seperti prinsip-prinsip Islam. Rofiq mengakui ketidaknyamanan menggunakan istilah “religion” karena konotasi Eurosentrisnya. Ia kemudian menawarkan istilah alternatif “nilai-nilai metafisika”.
“Jika Anda tidak ingin menggunakan kata ‘religion‘, maka gunakanlah kata ‘nilai-nilai metafisika’. Jadi, solusi untuk krisis saat ini benar-benar adalah memusatkan kembali nilai-nilai metafisika. Dan sebagai seorang Muslim, kita perlu memusatkan kembali nilai-nilai Islam,” saran Rofiq.
Argumen ketiga memperkenalkan konsep merekonstruksi manusia modern melalui apa yang disebut Michel Foucault sebagai “teknologi diri”. Rekonstruksi ini, sejalan dengan prinsip Islam “tazkiyatun nafas”, yang menekankan perlunya individu menjalani proses introspeksi dan pengembangan etika. Rofiq berpendapat bahwa transformasi semacam itu penting untuk menanggulangi dampak buruk humanisme sekuler terhadap lingkungan.
“Jadi, solusinya, untuk krisis saat ini, adalah tazkiyatun nafas. Ini mudah dipahami, tetapi memiliki istilah akademis untuk merujuk pada tazkiyatun nafas, yaitu, teknologi diri, berbeda dengan teknologi tubuh, yang diperkenalkan oleh Michel Foucault,” ucap Rofiq.
Rofiq kemudian menyoroti akar humanisme sekuler. Menurutnya, paham ini bermula dari pemikiran Pencerahan, khususnya melalui karya Immanuel Kant, yang berusaha menyuarakan otonomi moral dan kebebasan. Namun, ironisnya, dampak filosofi ini terasa kini dalam wujud krisis lingkungan yang begitu menyiksa.
Konsep kebebasan yang ditekankan oleh Kant, dalam praktiknya, kata Rofiq, malah menghasilkan konsumerisme dan pengejaran tak kenal lelah terhadap keuntungan. Konsep Kant ini juga telah berkontribusi besar dalam menjauhkan nilai-nilai agama di masyarakat.
“Semakin jauh kita menjauhi agama, semakin banyak krisis yang akan terjadi di dunia ini. Biar saya ulangi. Semakin jauh manusia menjauh dari agama, semakin banyak krisis yang akan terjadi di dunia ini,” ucap Rofiq. Jadi, solusi sederhana untuk mengatasi krisis ini adalah dengan membawa kembali agama.
Oleh karena itu, dalam usaha mengembalikan peran agama, Rofiq dengan tegas menolak pemisahan antara lingkungan atau dunia fisik dengan nilai-nilai metafisika. Semua aspek ini saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Dalam kerangka keislaman, konsep Tauhid menjadi landasan segala sesuatu. Alam semesta diciptakan oleh Tuhan dalam keadaan seimbang. Dalam ajaran Hadis, Nabi Muhammad SAW dengan jelas mengajarkan untuk menjaga alam, di mana setiap pohon yang ditanam akan dianggap sebagai amal kebajikan.
Rofiq kemudian mengajak para hadirin untuk menjiwai makna al-qana’ah. Merangkul al-qana’ah berarti mengadopsi gaya hidup yang menghargai kecukupan daripada kelebihan, mempromosikan praktik berkelanjutan yang memperhatikan dampak lingkungan. Perspektif Islam ini menjadi panduan berharga untuk kesejahteraan pribadi maupun pada kesejahteraan planet ini.