MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas mengaku prihatin dengan sepinya pasar tradisional dan modern. Fenomena ini kata dia menunjukkan daya beli masyarakat yang semakin lemah.
Faktor yang menyebabkannya pun menurut Anwar Abbas tidak melulu karena pasar digital atau e-commerce, melainkan karena beberapa faktor seperti asas kemudahan, harga barang, hingga tingkat pendapatan masyarakat.
“Banyak pengamat mengatakan hal itu terkait dengan pesatnya perkembangan perdagangan online, tapi rasa-rasanya, tidaklah sepenuhnya benar karena ada faktor-faktor lain yang juga bisa memengaruhi. Termasuk soal daya beli,” tuturnya.
“Mungkin saja, secara nominal pendapatannya tidak berkurang signifikan. Tapi karena daya beli uangnya sudah tergerus oleh inflasi, maka mereka tidak lagi bisa berbelanja seperti biasa. Atau memang nominal pendapatan mereka sudah berkurang atau tidak lagi ada. Karena kena PHK, atau tidak memiliki pekerjaan,” imbuhnya.
Lewat keterangan tertulis pada Jumat (6/10), Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi UMKM, Pemberdayaan Masyarakat, dan Lingkungan Hidup itu menilai faktor-faktor di atas mengubah prioritas daya beli masyarakat dari pemenuhan kebutuhan yang dulu sifatnya tersier-sekunder, kepada yang bersifat primer saja.
“Jika sebelumnya, masyarakat begitu leluasa membeli barang-barang menyangkut kebutuhan primer, sekunder dan tersier, tapi sekarang mereka hanya bisa membeli barang yang bersifat primer dan sekunder saja. Atau mungkin hanya primernya saja,” jelas Anwar Abbas. Tak heran sejumlah pusat grosir di Indonesia seperti Pasar Tanah Abang, Cipadu dan Klewer pun mulai melengang.
“Tugas kita sekarang, bagaimana menguatkan kembali daya beli agar masyarakat tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan primernya saja. Tapi juga sekunder dan tersiernya. Untuk itu ada beberapa usaha yang perlu dilakukan,” kata dia.
Untuk meningkatkan daya beli kembali, Anwar Abbas mengusulkan tujuh hal yang perlu diakselerasi oleh pemerintah, antara lain;
Pertama, agar pemerintah fokus untuk menyediakan dan memberikan pekerjaan yang layak bagi masyarakat, terutama bagi pengangguran,
Kedua, menaikkan gaji pegawai negeri dan swasta,
Ketiga, meningkatkan penjualan pedagang dengan membatasi masuknya barang impor,
Keempat, meningkatkan pengetahuan dan skill pengusaha termasuk penguasaan terhadap masalah digital agar mereka bisa menjual barangnya dengan harga yang kompetitif,
Kelima, seluruh jajaran pemerintahan mulai pusat hingga daerah memborong produk buatan dalam negeri,
Keenam, menggerakkan masyarakat agar mencintai produk dalam negeri, dan
Ketujuh, mengenakan pajak dan ketentuan-ketentuan yang tinggi dan ketat terhadap barang-barang yang berasal dari impor. (afn)