MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melakukan Pelatihan Pelayanan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual untuk Tenaga Kesehatan pada Sabtu (21/10).
Acara ini diikuti oleh 75 tenaga kesehatan klinik dan rumah sakit ‘Aisyiyah yang berasal dari berbagai daerah. Warsiti, Ketua Majelis Kesehatan PP ‘Aisyiyah dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa fenomena di lapangan para korban kekerasan seksual saat datang ke fasilitas kesehatan cenderung tidak mampu menceritakan kekerasan yang dialaminya karena berbagai hal.
“Seharusnya tenaga kesehatan bisa mencurigai bahwa kondisi yang dialami adalah akibat adanya tindak kekerasan, sehingga sebagai tenaga kesehatan tidak memulangkan begitu saja tetapi bagaimana kemudian kita melakukan proses rujukan dan sebagainya, itulah yang akan kita pelajari,” ujar Warsiti
Warsiti menyebutkan tujuan pelatihan ini Pertama, agar para nakes mendapatkan pemahaman tentang pendampingan korban kekerasan seksual yang melakukan pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit.
Kedua, meningkatkan pemahaman dan persepsi yang sama terhadap korban kekerasan seksual dan mekanisme penanganan korban kekerasan seksual yang melakukan pemeriksaan kesehatan di lingkungan rumah sakit. Ketiga, meningkatkan kemampuan untuk memberikan dukungan dalam hal bukti-bukti hukum dalam rangka menghasilkan putusan hukum yang berkeadilan bagi korban.
Sementara itu, Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Eni Widiyanti dalam kesempatan tersebut menyampaikan apresiasinya kepada PP ‘Aisyiyah yang telah menginisiasi pelatihan penting ini dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
“Perlindungan kepada perempuan dan anak anak menjadi kewajiban negara yang mengacu pada prinsip no one left behind dan no violence against women and girls dan zero toleransi untuk kekerasan pada perempuan dan anak, ini sudah tercantum di UUD negara kita yang mengamanatkan jaminan perlindungan kesetaraan bagi seluruh rakyat Indonesia termasuk perempuan,” ungkapnya.
Angka Kekerasan kepada Perempuan dan Anak Indonesia Masih Tinggi
Terkait kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan dan anak di Indonesia, Eni menyebutkan bahwa hingga kini masih sangat tinggi. Mengacu pada Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional di Tahun 2021, 1 dari 4 perempuan pernah mengalami kekerasan selama hidupnya.
“Sebanyak 26,1% perempuan usia 15-64 th yang artinya 24.5jt perempuan mengalami kekerasan selama hidupnya,” jelas Eni.
Data tahunan terakhir menunjukkan 5.2% atau 4.9 juta perempuan pernah mengalami kekerasan dalam 1 tahun oleh orang lain. Sedangkan data pada tahun 2022 yang melapor tercatat 11.538 kasus atau artinya hanya 0.1% yang berani melapor.
Kondisi ini menurut Eni sangat memprihatinkan karena hanya sedikit yang berani dan mampu melaporkan kekerasan yang dialaminya. Hal lain lagi yang menjadi perhatian adalah jika ada data pelaporan kekerasan yang meningkat justru dianggap meresahkan oleh para pemangku kepentingan.
Padahal menurut Eni data laporan ini dapat ditindaklanjuti dengan penanganan yang terbaik bagi korban dan bagi pelaku untuk menimbulkan efek jera. Hal ini menurut Eni masih menjadi tantangan kita bersama.
“Kekerasan jenis apapun baik fisik, psikis, seksual, ekonomi dan lainnya itu tidak boleh terjadi dan tidak dibenarkan karena berdampak sangat negatif bagi kesehatan mental dan berdampak negatif pada perempuan dan anak. Ini membutuhkan kerja bersama, kolaborasi multi stakeholder termasuk dengan PP ‘Aisyiyah ini sangat kita apresiasi karena ini sangat penting dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang dialami perempuan dan anak,” tandasnya.