MUHAMMADIYAH.OR.ID, BANTUL – Memasuki abad kedua berjalannya Persyarikatan Muhammadiyah, tentu saja mengalami pelbagai tantangan baik yang datang dari internal maupun eksternal persyarikatan.
Mengungkapkan tantangan dari internal, Sekretaris Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Muhammad Sayuti menyebut bahwa tantangan saat ini berasal dari pengembangan persyarikatan, Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang mengglobal, sampai dengan keluhan ranting yang mengalami defisit ulama.
Dalam acara Peneguhan Visi dan Komitmen Anggota Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Bantul periode 2022-2023, Kamis (1/6) di Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Sayuti menawarkan tiga pendekatan untuk menjawab tantangan yang saat ini dihadapi dan menggelorakan syiar Persyarikatan Muhammadiyah.
Tiga pendekatan yang perlu dilakukan untuk mensukseskan syiar persyarikatan adalah pendekatan bayani (penggunaan teks), pendekatan burhani (menggunakan akal) dan pendekatan irfani (menggunakan hati). Tentu saja dibarengi dengan memodernisasi sistem manajemen atau tata kelola organisasi.
“Organisasi muhammadiyah yang besar perlu dilakukan manajemen yang lebih baik, lebih terukur dan kebermanfaatannya lebih terasa bagi masyarakat.” Tutur Sayuti.
Dalam hemat Sayuti, tantangan dan persoalan yang dihadapi oleh persyarikatan bisa didekati untuk mencari solusi dengan memodernisasi manajemen organisasi. Sehingga terpetakan potensi masalah dan potensi solusi yang bisa diaplikasikan secara terukur.
Dalam acara yang diikuti 13 PDM dan 314 ketua dan anggota majelis dan lembaga PDM Bantul periode 2022-2027 tersebut, Ketua PDM Bantul Arba Riksawan Qomaru menyampaikan, Secara administrasi organisasi muh di bantul lebih besar daripada pemerintah daerah.
“Di mana terselenggara 20 cabang muhammadiyah dari 17 Kecamatan/ Kapanewon di Kab Bantul & 108 ranting muhammadiyah di Kab. Bantul. Potensi Muh bantul juga besar dimana saat ini pimpinan banyak dihuni usia antara 40-49 th dengan berbagai profesi.” Ungkapnya.
Kegiatan ini juga diharapkan menjadi tameng sekaligus benteng, sebab banyak varian ideologi dan infiltrasinya di Yogyakarta menjadi tantangan bagi pimpinan dan warga Muhammadiyah untuk tidak mudah goyah dan bimbang kebermuhammadiyahannya.
Sementara itu, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Ikhwan Ahada menegaskan kembali tentang tujuan berdirinya Muhammadiyah. Dia menekankan bahwa, Muhammadiyah hadir bukan untuk mendirikan negara Islam.
Melainkan untuk menegakkan dan menjunjung tinggi perintah Agama Islam, sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Oleh karena itu, Muhammadiyah diharapkan menjadi organisasi yang moderat sekaligus menjadi solusi bagi masalah keumatan, kebangsaan bahkan kemanusiaan universal.