MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Kodifikasi dan pengayaan paham Islam Berkemajuan dibakukan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta melalui terbitnya dokumen Risalah Islam Berkemajuan.
Risalah ini berfungsi sebagai pedoman keberagamaan maupun cara pandang Muhammadiyah yang khas dalam menerjemahkan dan mengamalkan ajaran Islam.
Meski telah terkodifikasi, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2015, Din Syamsuddin, mengatakan dalam Pengajian Ramadan PP Muhammadiyah di Jakarta (31/3) jika Risalah ini masih perlu disempurnakan.
Apalagi untuk menjadi sebuah pandangan alam (worldview), Risalah ini menurutnya belum memenuhi syarat. Belum diformulasikannya dimensi kosmologi dianggap sebagai kekurangan itu. Meminjam istilah dari Harun Nasution, Din menilai Risalah ini perlu ditinjau dari berbagai aspeknya.
“Islam Berkemajuan yang sudah menjadi trademark Muhammadiyah, sudah kita kodifikasi dan kita bakukan menjadi Risalah Islam Berkemajuan harus terbuka untuk penyempurnaan. Terus terang, untuk menjadi pandangan alam, perlu ada kerangka kosmologis yang melihat relasi antara manusia dengan sang pencipta, relasi manusia dengan sesama dan relasi manusia dengan alam,” ujarnya.
Selain kosmologi, Din memandang Muhammadiyah perlu mendefinisikan konsep Ummah. Sebab, konsep ini mau tak mau harus didefinisikan agar jangkauan paham Islam Berkemajuan tidak menjadi gagasan yang bersifat regional, melainkan global.
Sembari mendorong Muhammadiyah merumuskan fondasi khusus terkait kosmologi dan definisi ummah, Din berpendapat bahwa kerangka kosmologi Islam Berkemajuan adalah tauhid. Sedangkan posisi komunitas manusia di muka bumi (al-ummah) adalah sebagai khalifah yang memakmurkannya.
Din menilai, rumusan tentang dimensi ontologi, kosmologi, hingga konsep Al-Ummah ini perlu dikaji dengan serius oleh Muhammadiyah agar menjadi semacam panduan filosofis bagi para penggiatnya. Termasuk bagi dunia Islam di luar sana agar paham Islam Berkemajuan tidak menjadi sekadar teori yang memiliki kesenjangan antara idealitas dan realitas.
Pada posisi ini, Muhammadiyah kata Din Syamsuddin sejatinya telah memiliki modal berupa trisula gerakan;
Pertama, gerakan amal dalam bentuk praktek dan institusi Amal Usaha Muhammadiyah; Kedua, sifat gerakan yang moderat (Al-Wasathiyah), tidak terjebak ke ekstrimitas (liberalisme/konservatisme); dan Ketiga, karakter gerakan yang bersifat ashariyah, kemajuannya seiring dengan dinamika zaman.
Tiga modal ini, dia harapkan memacu usaha Muhammadiyah dalam menyempurnakan Risalah Islam Berkemajuan.
“Tapi yang paling penting sekali adalah penerapan dan realisasinya oleh Muhammadiyah itu sendiri yang sudah spektakuler secara jumlah. Maka sekarang (kejar) kualitas. Kalau ini jadi pembuktian, Indonesia dengan Muhammadiyahnya akan jadi tujuan dunia Islam untuk belajar,” tegas Din. (afn)