MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Anggota Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah sekaligus mantan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, Suyanto, menilai akar kekerasan di dunia pendidikan sangat kompleks. Karena itu, pendidikan tidak cukup dilakukan di sekolah saja.
“Oleh karena itu saya kira sistem pendidikan harus diperjuangkan bersama supaya ramah anak dan bisa membangun mindset bahwa bullying, kekerasan adalah musuh bersama,” ujarnya dalam Pengajian Umum Bulanan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jumat (16/9).
Kata Suyanto, selama ini konsep pendidikan yang tidak hanya di sekolah telah diperkenalkan oleh Ki Hadjar Dewantoro melalui istilah Tri Pusat Pendidikan, yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Namun, kini konsep itu menurutnya perlu ditambah satu bidang lagi yaitu pendidikan di ranah media sosial sehingga istilahnya menjadi Catur Pusat Pendidikan mengingat dampak yang besar dari media sosial.
Prof. Suyanto mendorong diciptakannya konten-konten mendidik di media sosial yang tidak merusak karakter anak atau remaja.
“kita harus mendukung, kalau ada konten yang baik saling diviralkan, saling didukung sehingga konten-konten yang jadi predator pendidikan itu juga bersaing,” usulnya.
Untuk lembaga pendidikan Muhammadiyah, Prof. Suyanto berharap ada strategi khusus terkait pendidikan karakter di media sosial. Selain itu, materi Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) perlu didukung kurikulum agar benar-benar dipraktekkan oleh setiap anak didik.
“Supaya kita tidak melihat praktek-praktek kekerasan, maka pendidikan karakter, pendidikan keagamaan AIK, harus benar-benar dibumikan pada praktek-praktek keseharian. Harus jadi AIK Action bagaimana nilai-nilai itu bisa kita bumikan,” ujarnya.
“Kita harus punya kesadaran dan langkah-langkah revolutif terhadap kesadaran anti kekerasan pendidikan. Karena terus terang kita katakan, Muhammadiyah sebagai produsen dan user harus by design ada. Tidak boleh tidak, kita membuat konten-konten yang pro pendidikan, semacam ekstra kulikuler atau co-kulikuler dari proses pendidikan kita. Dari cara itu insyaallah kekerasan pendidikan itu bisa dikurangi atau paling tidak stagnan,” pungkas Suyanto. (afn)