MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAWA BARAT – “Pada tahun 2021, sesuai grafik yang mencerminkan anak usia dini yaitu usia 0 – 6 tahun yang sumbernya Badan Pusat Statistik, yang nantinya digadang-gadang akan menjadi modal di Indonesia emas tahun 2045. Menjadi PR untuk kita semua, yang akan menjadi Indonesia emas itu generasi yang seperti apa?,”. Demikian dikatakan oleh Esty Faatinisa, Ketua Program Studi Paud Universitas Muhammadiyah Bandung pada Senin (19/9) melalui siaran langsung tvMu.
Anak usia dini atau disebut juga dengan golden age sangat memungkinkan terjadinya transmisi pengetahuan dan pembiasaan karena derajat pemurnian otak, psikis, dan emosional anak. Oleh karena itu, penanaman nilai keislaman atau pendidikan agama islam akan lebih efektif apabila dilakukan sejak dini.
“Penerapan agama islam sejak dini akan sangat berpengaruh pada kondisi psikis dan emosional anak yang nantinya akan berdampak pada kehidupan sehari-hari. Ini alasan kenapa anak usia dini menjadi masa penting,” ucap Esty, saat menjadi pembicara dalam acara Gerakan Subuh Mengaji ‘Aisyiyah Jawa Barat.
Maka, menurutnya, pada golden periode ini menjadi tugas bersama bagaimana kita menanamkan nilai islam kepada anak usia dini. Pendidikan sendiri merupakan salah satu dari hak anak baik itu secara konstitusional yang tertulis dalam amandemen UU Pasal 28 B ayat 2 maupun juga dalam ayat Al Qur’an dalam Surah At Tahrim:6.
Pendidikan agama islam untuk anak usia dini yang dimaksud adalah bagaimana bimbingan tersebut agar mereka tumbuh dan berkembang secara maksimal sesuai ajaran islam baik itu aqidahnya ataupun akhlaknya. Maka itulah yang dimaksud dengan pendidikan islam atau penanaman nilai-nilai keislaman yang nantinya menjadi pagar untuk anak anak dalam bersikap. Namun, dalam implikasinya, para orang tua terkadang lebih mentikberatkan kepada pendidikan di sekolah dan merasa bahwa anak-anak usia dini sudah cukup mendapatkan pendidikan islami di sekolah.
“Tidak bisa begitu saja, apalagi ini untuk anak usia dini bahwa pendidikan agama cukup di sekolah. Karena pendidikan anak ‘kan lebih banyak di rumah bersama orang tua, bersama keluarga. Jadi saya masih sangat setuju dengan al ummu madrasatu al ula,” ujarnya.
Tidak hanya itu, para orang tua ataupun guru masih sering sekali memaksakan persepsi kepada anak dalam hal pembiasaan. Perlu diketahui bahwa anak usia dini memiliki rentang fokus yang sempit, sehingga bukan hal aneh jika anak usia dini membutuhkan waktu yang cukup lama dalam berfikir. Maka, ketika anak usia dini memasuki gerbang sekolah atau TK misalnya, menjadi sebuah usaha bagi orang tua untuk mengubah fase egosentris menjadi sosiosentris.
“Dan disitulah pengenalan nilai nilai keagamaan. Bagaimana islam mengajarkan berbagi, jujur, dll,” imbuh Esty.
Lebih lanjut, Esty menjelaskan tentang bagaimana cara menanamkan ajaran agama kepada anak usia dini. Bab pertama yang menjadi aspek utama adalah dengan pemberian contoh atau keteladanan. Anak usia dini memang tidak terlalu pandai mendengar ceramah dan tidak terlalu efektif, akan tetapi sangat pandai dalam hal meniru.
“Ingin anak anak itu rajin sholat, maka contohkanlah dulu. Ketika akan memberikan pengasuhan yang islami, bab pertama adalah self search same as muhasabah atau refleksi. Sudahkah kita melakukan hal-hal yang sesuai dengan jaran islam yang ingin dicontohkan anak anak kita. Jangan jangan kita hanya mampu memerintah saja,” lanjutnya.
Esty juga menyampaikan bahwa selain pemberian contoh, terdapat beberapa cara lain dalam menanamkan ajaran agama kepada anak-anak usia dini. Diantaranya pembiasaan, bercerita (story telling) dalam penanaman sikap dan akhlak, bermain (joyfull learning is a must), tadabbur alam, dan juga tidak memaksakan anak.
“Bahwa nilai nilai keislaman atau pendidikan agama islam menjadi pondasi kuat untuk anak anak kita dalam kehidupan mereka selanjutnya. Dimana anak-anak kita bisa memiliki adab yang baik, aqidah yang terpatri didalam qolbunya, akhlak yang baik, itu memang sangat tergantung dari bagaimana kita menanamkan nilai-nilai keislaman atau penanaman pendidikan agama islam dari sejak dini,” pungkasnya. (dita/syifa)