MUHAMMADIYAH.OR.ID, MEDAN—Dikukuhkannya Wakil Rektor II Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Akrim sebagai Guru Besar di bidang Ilmu Pendidikan menambah daftar jumlah Profesor di lingkungan Muhammadiyah.
Menurut Haedar Nashir, pengukuhan ini membuktikan bahwa Muhammadiyah terus merawat komitmen memajukan dunia pendidikan Indonesia. Meski demikian, kualitas pendidikan di Indonesia masih perlu untuk terus ditingkatkan.
“Saya yakin Indonesia pun perlu memacu diri karena pendidikan kita belum bisa berkolerasi dengan daya saing dan juga human development index kita yang pada tahun ini masih di posisi enam di bawah negara-negara ASEAN yang lain,” ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah ini dalam acara Pengukuhan Guru Besar di aula UMSU pada Jumat (02/09).
Haedar menilai bahwa begitu banyak sumber daya manusia yang potensial di negeri ini namun strategi pendidikannya belum akseleratif, progesif, dan berkesinambungan. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang mengembangkan lembaga pendidikan akan terus menjadi kekuatan terdepan dalam usaha-usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan kualitas serta kuantitas yang tinggi, Muhammadiyah masih belum puas untuk terus meningkatkan akselerasi lembaga-lembaga pendidikan.
“Kalau dari kuantitas dan kualitas insyaAllah kita swasta yang paling depan. Tapi kita masih belum puas karena kita ingin ada akselerasi yang lebih dinamis lagi sehingga yang berprestasi seperti UMSU dan beberapa PTM yang ada di papan atas semakin banyak,” kata Haedar.
Haedar juga turut berharap lembaga pendidikan melahirkan insan-insan muslim Indonesia yang menjadi pelaku peradaban. Dalam mencapai tujuan tersebut, Muhammadiyah menapaki jejak KH. Ahmad Dahlan yang mampu membangun institusi pendidikan secara holistik. Artinya, pendidikan tidak hanya membangun kesadaran akan keberadaan Tuhan, namun juga peka terhadap masalah-masalah manusia dan lingkungannya.
Karenanya, menurut Haedar, pendidikan Muhammadiyah itu berkarakter profetik yang berakar dari kerisalahan Nabi Saw dengan dua substansi penting, yaitu: pertama, membangun peradaban dan keadaban. Saat Nabi membangun masyarakat Madinah Al-Munawarah, upaya yang dilakukannya ialah membangun akhlak terlebih dahulu yang tidak hanya terkait norma baik-buruk individu namun harus menjadi etika kehidupan publik. Dengan akhlak inilah Islam berjaya dalam tempo yang relatif singkat.
Kedua, membawa nilai kerahmatan. Terminologi Islam sebagai rahmat semesta alam haruslah diartikan lebih luas, bukan hanya terhadap orang Islam namun juga melintas batas. Sebab, pendidikan yang dibawa Nabi Saw begitu inklusif, menyatu dengan berbagai macam lintas peradaban, dan saling berkolaborasi dengan berbagai golongan.
“Pendidikan Islam dan proses yang dibangun dari peradaban Islam itu tidak hanya untuk orang Islam tapi seluruh umat manusia,” ucap Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.