MUHAMMADIYAH.OR.ID—Berbicara tentang tayamum, tentu tidak bisa dilepaskan dari surat al-Ma’idah ayat 6, sebagai dalil utama yang berbicara tentang dasar disyariatkannya tayamum. Dalam memahami ayat tersebut, para ulama tafsir (mufassirûn) dan ulama ahli fikih (fuqahâ’) berbeda pendapat tentang batasan mengusap tangan saat tayamum, apakah sampai kedua siku ataukah cukup sampai kedua pergelangan (telapak) tangan.
Perbedaan pendapat tentang batasan mengusap tangan saat tayamum dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu; 1) pendapat yang mengatakan cukup sampai telapak tangan, 2) sampai kedua siku.
Pendapat yang menyatakan cukup sampai telapak tangan.
Menurut madzhab Hambali; bahwa al-yad (tangan) itu digunakan untuk makna telapak tangan, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Ma’idah ayat 38. Pendapat ini juga dianut oleh imam ath-Thabari dan lainnya. Sebagian fuqaha’ dan ulama’ hadis mendukung pendapat ini karena banyaknya hadis sahih yang menjelaskan tentang persoalan tersebut. Salah duanya:
“… diriwayatkan dari al-A’masy dari Syaqiq; saya bersama Abdullah dan Abu Musa al-Asy’ari, lalu Abu Musa berkata; tidakkah kamu dengar perkataan Ammar kepada Umar; sesungguhnya Rasulullah saw mengutus aku dan engkau, lalu aku berjunub (kondisi junub), kemudian aku berguling-guling dengan debu (di atas tanah), lalu kami mendatangi Rasulullah saw kemudian menginformasikannya, lalu Rasulullah saw bersabda: hanya saja cukuplah bagimu begini (Rasulullah meletakkan tangannya di atas debu) dan mengusap wajahnya dan kedua telapak tangannya satu kali.” [HR. al-Bukhari dan Muslim].
“Telah menceritakan kepada kami Adam, ia berkata telah menceritakan kepada kami Syu’bah, telah menceritakan kepada kami al-Hakam yang diriwayatkan dari Dzar dari sa’id bin Abdirrahman bin Abza dari bapaknya berkata; seseorang datang kepada Umar bin al-Khattab lalu berkata; sesungguhnya aku berjunub kemudian aku tidak mendapatkan air. Lalu Ammar bin Yasir berkata kepada Umar bin al-Khattab; apa yang kamu sebutkan bahwasanya kami dalam suatu perjalanan, saya dan engkau, adapun engkau (maka kamu) tidak shalat, sedangkan aku berguling-guling lalu aku shalat, lalu aku ceritakan kepada nabi saw, lalu Nabi saw bersabda: hanya saja cukuplah kamu begini, lalu Nabi saw memukulkan (meletakkan) kedua telapak tangannya ke tanah dan meniup kedua telapak tangannya kemudian mengusap dengan kedua telapak tangannya (ke) wajah dan kedua telapak tangannya.” [HR. jama’ah ahli hadis].
Pendapat yang Mengatakan Sampai Kedua Siku
Pendapat yang mengatakan kewajiban mengusap sampai kedua siku dikemukakan oleh kalangan madzhab Hanafi dan pendapat yang paling kuat di kalangan ulama’ madzhab Syafi’i. Menurut mereka; tayamum yang dituntut oleh syariat adalah menggunakan debu yang suci untuk mengusap dua anggota khusus yaitu wajah dan kedua tangan. Mengusap wajah dan kedua tangan saat tayamum merupakan pengganti dari membasuhnya. Oleh sebab itu seseorang wajib mengusap seluruh bagian anggota wajah dan tangan sampai siku.
Argumentasinya adalah; bahwa kata “aidikum” dalam surat al-Ma’idah ayat 6 tersebut menunjukkan seluruh bagian tangan. Karena tayamum merupakan pengganti wudlu, maka pengganti itu tidak boleh bertentangan dengan aslinya kecuali jika ada dalil yang menjelaskannya. Membasuh kedua tangan sampai siku wajib hukumnya saat berwudlu, maka hal itu juga wajib diusap saat tayamum (Syekh Muhammad Aly Ash-Shabuni; Tafsir ayat al-Ahkam min al-Qur’an, juz 1, halaman. 287-288).
Pendapat ini juga didasarkan pada hadis-hadis, salah duanya berikut ini:
“Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma’il, telah menceritakan kepada kami Aban ia berkata; Qatadah ditanya tentang tayamum dalam suatu perjalanan (safar), lalu ia berkata telah menceritakan kepada kami seorang ahli hadis (muhaddits) yang diriwayatkan dari asy-Sya’bi dari Abdurrahman bin Abza dari Ammar bin Yasir, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: sampai kedua siku.” [HR. Abu Dawud]
Namun, hadis ini termasuk hadis dha’if (hadis mubham), karena di dalam sanadnya terdapat seorang rawi yang tidak dikenal nama dan identitasnya antara Qatadah dan asy-Sya’bi. Qatadah hanya menyebutkan dengan ungkapan “muhaddits”, sehingga tidak dikenal nama, identitas serta kualitasnya sebagai seorang rawi hadis.
Sedangkan riwayat lain yang menjelaskan tentang mengusap kedua tangan sampai siku dapat dijumpai dalam hadis riwayat Malik: “Telah menceritakan kepadaku Yahya yang diriwayatkan dari Malik dari Nafi’ bahwasanya ia dan Abdullah bin Umar kembali dari al-Juruf, sehingga ketika keduanya sampai di al-Mirbad – Abdullah turun lalu bertayamum dengan menggunakan debu yang bersih (suci), lalu ia mengusap wajah dan kedua tangannya sampai kedua siku kemudian ia shalat.” [HR. Malik].
Riwayat Imam Malik di atas termasuk hadis mauquf, karena imam Malik dalam hadisnya menceritakan tentang cara bertayamumnya Abdullah bin Umar, dan tidak ada indikasi kuat yang menunjukkan berasal dari Rasulullah saw. Terlebih lagi jika dikomparasikan dengan hadis-hadis terdahulu yang lebih kuat, maka jelas riwayat Imam Malik ini bertentangan dengan hadis-hadis yang muttashil (bersambung) sampai kepada Rasulullah serta memiliki derajat yang sahih.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendapat yang mengatakan cukup mengusap sampai kedua telapak tangan memiliki argumentasi yang sangat (lebih) kuat. Dengan demikian, keputusan Majelis Tarjih sebagaimana yang terdapat dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT) merupakan pendapat yang terkuat dibandingkan dengan pendapat lainnya.
Wallahu a’lam bis-Shawab.