Senin, 21 Juli 2025
  • AR
  • EN
  • IN
Muhammadiyah
  • KABAR
  • OPINI
  • HUKUM ISLAM
  • KHUTBAH
  • MEDIA
  • SEJARAH
  • TOKOH
  • ARSIP
No Result
View All Result
  • Login
Muhammadiyah
  • KABAR
  • OPINI
  • HUKUM ISLAM
  • KHUTBAH
  • MEDIA
  • SEJARAH
  • TOKOH
  • ARSIP
No Result
View All Result
  • Login
Muhammadiyah
No Result
View All Result
  • KABAR
  • OPINI
  • HUKUM ISLAM
  • KHUTBAH
  • MEDIA
  • SEJARAH
  • TOKOH
  • ARSIP
Home Aqidah

Apa itu Salafisme? KH. Ahmad Dahlan, Muhammad Abduh dan Abdul Wahab

by ilham
3 tahun ago
in Aqidah, Artikel, Hikmah
Reading Time: 6 mins read
A A
Apa itu Salafisme? KH. Ahmad Dahlan, Muhammad Abduh dan Abdul Wahab

Dalam bahasa Arab, “salaf” berarti “mutaqaddim” atau pendahulu. Istilah salaf kemudian dipahami kepada periode Rasulullah Saw, Sahabat, dan Tabiin. Berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan Muslim, ketiga periode Islam awal ini merupakan generasi terbaik yang patut menjadi teladan. Terminologi ‘salaf’ kemudian digunakan sebagai simbol otentisitas dalam pemikiran hukum Islam dan mengubahnya menjadi sebuah doktrin utama dalam gerakan kaum pembaharu.

Bendera Salafisme pada awalnya merupakan suatu doktrin yang dikampanyekan para pembaharu Islam yang hidup pada abad 19 dan 20, semisal Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Ketiga tokoh pembaharu ini sepakat perlunya reformasi Islam dengan cara meneladani generasi muslim awal yang saleh (al-salaf al-shalih). Sejumlah sarjana lain mengatribusikan paham Salafisme pada gagasan tekstual Ahmad bin Hambal dan ada pula yang mengaitkannya dengan gerakan purifikasi Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim.

Perbedaan Salafisme Wahab dan Abduh

Menurut Muhammad Rofiq Muzakkir, di antara varian-varian salafisme di atas terdapat perbedaan konteks satu sama lain. Salafisme Abduh disebut sebagai respon intelektual atas kolonialisme Barat dan keterbelakangan dunia Islam di abad modern.

MateriTerkait

Film “Sore: Istri dari Masa Depan” dan Hikmah Waktu dalam Islam

Belum Aqiqah, Apakah Anak Sudah Diakui dalam Syariat?

Viral S-Line di TikTok, Allah Murka bagi Mereka yang Berbangga dengan Dosa

Salafisme Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim adalah respon terhadap sinkretisme dan kejatuhan institusi kekhalifahan Islam pada abad pertengahan. Sedangkan salafisme Ahmad bin Hanbal adalah respon terhadap rasionalitas kalam Muktazilah pada era Abbasiyah (Muzakkir, 2013: 101).

Meski secara eksplisit nomenklatur salafisme pertama kali digaungkan Muhammad Abduh, namun terma ini kemudian dikooptasi serta identik dengan gerakan yang didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahab.

Sebagai gerakan yang sama-sama menggunakan istilah salafisme, keduanya memiliki pandangan yang serupa, di antaranya: menggunakan slogan ‘kembali kepada al-Quran dan al-Sunah’, tidak berafiliasi mazhab tertentu, tidak melakukan praktek tasawuf, dan penekanan terhadap ajaran tauhid yang murni.

Sebagai dua sosok ulama yang memiliki banyak pengikut, baik Abduh maupun Wahabi meninggalkan jejak pengaruh yang begitu luas, tidak hanya di Timur Tengah, tetapi juga di dunia Islam lain, termasuk Indonesia dan Asia Tenggara. Karenanya, menyingkap selubung perbedaan antara Abduh dan Wahabi memiliki relevansi dan signifikansinya dengan kondisi umat Islam Indonesia saat ini.

Perbedaan Makna “Kembali ke Al-Qur’an dan As-Sunnah”

Muhammad ‘Abduh dilahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten al-Buhairah, Mesir pada  1849 M dan wafat pada 1905 M. Pemikirannya banyak dipengaruhi aktivis pan-Islamisme Jamaludin al-Afghani. Sementara itu, Muhammad bin ‘Abdul Wahab dilahirkan pada tahun 1701 M di kampung ‘Uyainah (Najd), dan meninggal dunia pada 1793 M. Tidak sedikit yang menilai pemikiran Abdul Wahab ini banyak dipengaruhi Ahmad bin Hanbal.

Sekalipun keduanya membawa bendera salafi yang sama, namun ada perbedaan substansial di antara keduanya. Dalam memaknai jargon ‘kembali kepada al-Quran dan al-Sunah’, misalnya, Abduh menekankan pentingnya akal dalam intepretasi teks keagamaan, akomodatif dengan perubahan zaman, dan cenderung mencari titik paling maslahat dalam suatu persoalan (istislah). Sementara Wahabi mempraktekkan intepretasi teks keagamaan secara literal, tidak adaptif dengan konteks zaman, dan cenderung memilih pendapat yang sulit dengan alasan kehati-hatian (ihtiyat).

Meski keduanya digolongkan sebagai kaum pembaharu, namun mereka berbeda dalam hal penggunaan akal. Abduh meyakini ilmu pengetahuan dapat menjadi pendekatan dalam berijtihad. Alam semesta, kata Abduh, merupakan lembaran dan buku yang harus dibaca dan diteliti oleh akal, agar lebih mengenal Sang Pencipta. Sementara itu, semangat literalisme yang menjadi metode utama dalam memahami nash-nash, membuat Wahabi terkesan menolak premis-premis ilmu pengetahuan yang aksiomatik dan menginjak-injak logika sains yang valid.

Dalam kaitannya dengan Mazhab, Abduh dan Wahabi sama-sama sepakat dengan doktrin orisinalitas ajaran Islam (al-ashalah al-Islamiyyah). Abduh menekankan agar umat Islam memutus ikatan dengan preseden intepretasi dari generasi masa lalu (ghair muqayyad bil-turats). Namun, proses yang Abduh tempuh adalah melakukan reintepretasi pendapat para ulama yang disesuaikan dengan kebutuhan zaman, sehingga tidak terjadi apa yang disebut dengan keterputusan epistemik (epistemic rupture). Sementara Wahabi, mereka cenderung menutup mata dengan kekayaan tradisi diskursif Islam dan melebih-lebihkan peran teks suci dalam meregulasi kehidupan manusia.

Mengapa Tidak Menganut Satu Mazhab?

Hantaman Abduh terhadap formasi mazhab bukan sekadar melepaskan umat Islam dari bahaya taklid, melainkan juga untuk melepaskan segala ornamen yang menempel pada Islam itu sendiri karena pengaruh perbedaan teologi dan aliran fikih. Ketika Islam dilepaskan dari berbagai aliran, kata Abduh, niscaya tafsiran dan ajarannya sesuai dengan akal. Namun bagi Wahabi, menjauhkan Islam dari taklid seolah dimaknai dengan cara pandang yang anti rasionalitas, anti pluralitas, dan tidak akomodatif dengan produk zaman.

Abduh menolak terikat dengan suatu Mazhab karena dianggap dapat mengurangi peran akal dan tidak relatable dengan kondisi zaman. Sedangkan kaum Wahabi menolak ikut serta dengan Mazhab semata-mata karena curiga dengan peran akal yang berlebihan di dalamnya. Perbedaan yang mencolok ini, pada akhirnya, membawa pada satu kesimpulan bahwa salafisme Abduh menggalakkan tafkir, salafisme Wahabi melancarkan takfir.

Beberapa contoh kekeliruan Wahabi, misalnya, sampai saat ini mereka masih bersikukuh bahwa ilmu astronomi (hisab) tidak dapat digunakan untuk menentukan awal bulan hijriyah. Mereka juga cenderung melihat seni-budaya dengan kacamata curiga, yang membuat musik, fotografi, video, tarian, lukisan, dan lain-lain berstatus haram. Bagi Wahabi, agaknya Agama lebih dilihat sebagai koridor-koridor normatif yang serba membatasi, bukan sumber inspirasi dan motivasi untuk membuat suatu karya.

Sebagai penutup dari uraian singkat ini, satu-satunya doktrin yang dapat mempertemukan Abduh dan Wahabi adalah penolakan mereka terhadap aliran tasawuf. Mereka sama-sama meyakini bahwa sufisme yang dipraktikkan pada zamannya sudah menyimpang jauh dari agama Islam yang autentik. Meski demikian, titik tolak keduanya berbeda: Abduh menolak tasawuf dengan pertimbangan memaksimalkan fungsi akal dalam kehidupan sehingga tidak ada ruang untuk hal-hal irasional, sementara Wahabi menolaknya karena dianggap tidak sesuai dengan sunah Nabi Saw.

Salafisme Muhammadiyah, Abduh atau Wahab?

Beberapa peneliti meragukan keterpengaruhan Abduh terhadap gerakan Muhammadiyah khususnya pemikiran Kiai Dahlan. Dalam sebuah artikel yang berjudul The Muhammadiyah, misalnya, Alfian berpendapat bahwa Dahlan dan Abduh berada dalam konteks sosial politik yang benar-benar berbeda. Menurutnya, Dahlan dilahirkan di dalam sebuah masyarakat dengan pengaruh Islam yang relatif tidak sebesar di Mesir (Alfian, 1966).

Pendapat Alfian tidak sepenuhnya akurat. Muhammad Abduh merupakan pelopor gerakan pembaharu di dunia Islam dengan tujuan ganda sekaligus: memurnikan ajaran Islam dari bidah dan khurafat, dan melawan dominasi Barat. Walau pun Abduh menggunakan bendera Salafisme sebagai kampanye intelektualnya, namun jangan pula disamakan dengan gerakan salafi versi Wahabi, sebab salafisme yang dikomandoi Abduh merupakan respon intelektual atas kolonialisme Eropa dan keterbelakangan dunia Islam di abad modern.

Di dalam buku Membendung Arus yang ditulis Alwi Shihab menerangkan bahwa pada abad ke 18 sebelum masuknya pembaharuan Islam di Indonesia, dua disiplin Islam yang mendominasi pusat-pusat pendidikan Islam di Nusantara adalah mistitisme dan fikih mazhab Syafi’i. Kedua disiplin Islam itu sama sekali tidak mampu membendung masuknya praktik budaya lokal ke dalam ajaran Islam, dan juga tidak mampu melawan dominasi kolonialisme Belanda di Indonesia.

Munculnya pemikiran Abduh dalam wujud Ahmad Dahlan menandai jatuhnya posisi dominan aliran mistik seperti bidah dan khurafat dalam Islam di Indonesia, sekaligus perlawanan terhadap kolonial Belanda dengan cara non-konfrontatif seperti pengembangan mutu pendidikan. Sederhananya, Kiai Dahlan menganggap pemikiran Abduh merupakan obat paling mujarab untuk menyembuhkan penyakit yang diderita oleh umat Islam Indonesia.

Menurut Deliar Noer dalam The Modernist Muslim Movement in Indonesia 1900-1942, masuknya gagasan Abduh ke dalam pemikiran Dahlan melalui majalah al-‘Urwah al-Wustqa dan al-Manar yang diselundupkan melalui pos-pos rahasia (Noer, 1973). Isi kedua majalah itu secara umum menjelaskan tentang pentingnya membersihkan ajaran Islam dari bidah dan khurafat, juga ajakan Abduh kepada masyarakat muslim agar tidak tertinggal dalam kompetisi mereka dengan masyarakat Barat. Intinya kedua majalah itu menjadi bukti kekaguman Dahlan terhadap tulisan-tulisan Abduh.

Biarpun Kiai Dahlan sering dilekatkan dengan pembaharu lain, tetapi ada yang spesial dari Sang Pencerah yang tidak dimiliki Abduh maupun Abdul Wahab sekalipun. Menurut Haedar Nashir, ada dua hal yang membedakan Kiai Dahlan dari Abduh yaitu pertama, melahirkan pranata Islam modern seperti membangun sekolah dan madrasah, mendirikan rumah sakit, dan mengasihi anak yatim; kedua, mendirikan gerakan perempuan bernama Aisyiyah tahun 1917 bersama dengan istrinya Siti Walidah.

Penulis: Ilham Ibrahim

Editor: Fauzan AS

Tags: Abdul WahabAhmad DahlanheadlineMuhammad Abduhsalafisme
ShareTweetSendShareShare
Previous Post

Hukum Mengamalkan Doa Nabi Isa dalam QS. Al-Maidah Ayat 114?

Next Post

Batasan Mengusap Tangan Saat Tayamum: Siku atau Telapak Tangan?

Baca Juga

Haedar Nashir Terima Penghargaan Bintang LVRI, Serukan Komitmen dan Nilai Keindonesiaan bagi Generasi Muda
Berita

Haedar Nashir Terima Penghargaan Bintang LVRI, Serukan Komitmen dan Nilai Keindonesiaan bagi Generasi Muda

10/07/2025
Muhammadiyah Resmi Luncurkan Kalender Hijriah Global Tunggal
Berita

Muhammadiyah Resmi Luncurkan Kalender Hijriah Global Tunggal

25/06/2025
Apa Saja Syarat Validitas Kalender Islam Global?
Berita

Menjawab Kritik terhadap Kalender Hijriah Global Tunggal: Hilal di Bawah Ufuk

19/06/2025
Haedar Nashir Terima Penghargaan Tokoh Perbukuan Islam 2025
Berita

Haedar Nashir Terima Penghargaan Tokoh Perbukuan Islam 2025

18/06/2025
Next Post
Bolehkah Bergaul dengan Non-Muslim?

Batasan Mengusap Tangan Saat Tayamum: Siku atau Telapak Tangan?

Dikunjungi Haedar Nashir, SMK Muhammadiyah 7 Gondanglegi Resmikan Mutu Fried Chicken

Dikunjungi Haedar Nashir, SMK Muhammadiyah 7 Gondanglegi Resmikan Mutu Fried Chicken

Internasionalisasi dan Tingkatkan Mutu Profesi, STIKES Muhammadiyah Lhokseumawe Gandeng Dua Lembaga Pendidikan Asal Thailand

Internasionalisasi dan Tingkatkan Mutu Profesi, STIKES Muhammadiyah Lhokseumawe Gandeng Dua Lembaga Pendidikan Asal Thailand

Comments 1

  1. Anonim says:
    12 bulan ago

    Ini dusta

BERITA POPULER

  • Mahasiswa UMJ Viral Usai Jadi Ketua RT: Gen Z Siap Pimpin Masyarakat

    Mahasiswa UMJ Viral Usai Jadi Ketua RT: Gen Z Siap Pimpin Masyarakat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rumah Sakit Muhammadiyah Berkembang Pesat, Haedar Nashir: Itu Kita Bangun Di Atas Sistem Profesional

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mahasiswa Kristen, Laura Amandasari: Kampus Muhammadiyah Rumah Kedua Saya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Cara Mudah Mengakses Kalender Hijriah Global Tunggal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Universitas Muhammadiyah Papua Barat Resmi Berdiri, Irwan Akib: Muhammadiyah Hadir untuk Semua Anak Bangsa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Khutbah Jumat: Pentingnya Membiasakan Ibadah kepada Anak Sejak Dini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Muhammadiyah Hadirkan Makan Bergizi: Wujud Nyata Pengabdian untuk Bangsa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Muhammadiyah Buka Seleksi Beasiswa Al-Azhar Mesir 2025

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Uang Hasil Monetisasi Konten Digital itu Halal?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Majelis

  • Tarjih dan Tajdid
  • Tabligh
  • Diktilitbang
  • Dikdasmen dan PNF
  • Pembinaan Kader dan SDI
  • Pembinaan Kesehatan Umum
  • Peminaan Kesejahteraan Sosial
  • Ekonomi, Bisnis dan Pariwisata
  • Pendayagunaan Wakaf
  • Pemberdayaan Masyarakat
  • Hukum dan HAM
  • Lingkungan Hidup
  • Pustaka dan Informasi

Lembaga

  • Pengembangan Pesantren
  • Pengembangan Cabang Ranting
  • Kajian dan Kemitraan Strategis
  • Pembinaan dan Pengawasan Keuangan
  • Resiliensi Bencana
  • Amil Zakat, Infak dan Sedekah
  • Pengembang UMKM
  • Hikmah dan Kebijakan Publik
  • Seni Budaya
  • Pengembangan Olahraga
  • Hubungan dan Kerjasama Internasional
  • Dakwah Komunitas
  • Pemeriksa Halal dan KHT
  • Pembinaan Haji dan Umrah
  • Bantuan Hukum dan Advokasi Publik

Biro

  • Pengembangan Organisasi
  • Pengelolaan Keuangan
  • Komunikasi dan Pelayanan Umum

Ortom

  • Aisyiyah
  • Pemuda Muhammadiyah
  • Nasyiatul Aisyiyah
  • Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
  • Ikatan Pelajar Muhammadiyah
  • Tapak Suci Putra Muhammadiyah
  • Hizbul Wathon

Wilayah Sumatra

  • Nanggroe Aceh Darussalam
  • Sumatra Utara
  • Sumatra Selatan
  • Sumatra Barat
  • Bengkulu
  • Riau
  • Kepulauan Riau
  • Lampung
  • Jambi
  • Bangka Belitung

Wilayah Kalimantan

  • Kalimantan Barat
  • Kalimantan Timur
  • Kalimantan Selatan
  • Kalimantan Tengah
  • Kalimantan Utara

Wilayah Jawa

  • D.I. Yogyakarta
  • Banten
  • DKI Jakarta
  • Jawa Barat
  • Jawa Tengah
  • Jawa Timur

Wilayah Bali &

Kepulauan Nusa Tenggara

  • Bali
  • Nusa Tenggara Barat
  • Nusa Tenggara Timur

Wilayah Sulawesi

  • Gorontalo
  • Sulawesi Barat
  • Sulawesi Tengah
  • Sulawesi Utara
  • Sulawesi Tenggara
  • Sulawesi Selatan

Wilayah Maluku dan Papua

  • Maluku Utara
  • Maluku
  • Papua
  • Papua Barat
  • Papua Barat daya

Cabang Istimewa

  • PCIM Kairo Mesir
  • PCIM Iran
  • PCIM Sudan
  • PCIM Belanda
  • PCIM Jerman
  • PCIM United Kingdom
  • PCIM Libya
  • PCIM Malaysia
  • PCIM Prancis
  • PCIM Amerika Serikat
  • PCIM Jepang
  • PCIM Tunisia
  • PCIM Pakistan
  • PCIM Australia
  • PCIM Rusia
  • PCIM Taiwan
  • PCIM Tunisia
  • PCIM TurkI
  • PCIM Korea Selatan
  • PCIM Tiongkok
  • PCIM Arab Saudi
  • PCIM India
  • PCIM Maroko
  • PCIM Yordania
  • PCIM Yaman
  • PCIM Spanyol
  • PCIM Hongaria
  • PCIM Thailand
  • PCIM Kuwait
  • PCIM New Zealand

Kategori

  • Kabar
  • Opini
  • Hukum Islam
  • Khutbah
  • Media
  • Tokoh

Tentang

  • Sejarah
  • Brand Guideline

Layanan

  • Informasi
  • KTAM

Ekosistem

  • Muhammadiyah ID
  • MASA
  • EventMu
  • BukuMu
  • SehatMu
  • KaderMu
  • LabMu

Informasi

  • Redaksi
  • Kontak
  • Ketentuan Layanan
© 2025 Persyarikatan Muhammadiyah

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • AR icon bendera arab
  • EN
  • ID bendera indonesia
  • Home
  • Organisasi
    • Anggota Pimpinan Pusat
    • Keputusan Muktamar Ke-48
      • Risalah Islam Berkemajuan
      • Isu – Isu Strategis Keumatan, Kebangsaan dan Kemanusiaan Universal
      • Keputusan Lengkap
    • Majelis
      • Majelis Tarjih dan Tajdid
      • Majelis Tabligh
      • Majelis Diktilitbang
      • Majelis Dikdasmen dan PNF
      • Majelis Pembinaan Kader dan SDI
      • Majelis Pembinaan Kesehatan Umum
      • Majelis Pembinaan Kesejahteraan Sosial
      • Majelis Ekonomi, Bisnis dan Pariwisata
      • Majelis Pendayagunaan Wakaf
      • Majelis Pemberdayaan Masyarakat
      • Majelis Hukum dan HAM
      • Majelis Lingkungan Hidup
      • Majelis Pustaka dan Informasi
    • Lembaga
      • Lembaga Pengembangan Pesantren
      • Lembaga Pengembangan Cabang Ranting dan Pembinaan Masjid
      • Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis
      • Lembaga Pembinaan dan Pengawasan Keuangan
      • Lembaga Resiliensi Bencana
      • Lembaga Amil Zakat, Infak dan Sedekah
      • Lembaga Pengembang UMKM
      • Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
      • Lembaga Seni Budaya
      • Lembaga Pengembangan Olahraga
      • Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional
      • Lembaga Dakwah Komunitas
      • Lembaga Pemeriksa Halal dan KHT
      • Lembaga Pembinaan Haji dan Umrah
      • Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik
    • Biro
      • Biro Pengembangan Organisasi
      • Biro Pengelolaan Keuangan
      • Biro Komunikasi dan Pelayanan Umum
    • Profil
      • AD/ ART Muhammadiyah
      • Sejarah Muhammadiyah
      • Lagu Sang Surya
      • Organisasi Otonom
      • Cabang Istimewa/Luar Negeri
    • Ideologi
      • Muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
      • Masalah Lima
      • Kepribadian Muhammadiyah
      • Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
      • Khittah Muhammadiyah
      • Langkah Muhammadiyah
    • Daftar Anggota
  • Opini
    • Budaya Lokal
    • Filantropi & Kesejahteraan Sosial
    • Pemberdayaan Masyarakat
    • Lingkungan & Kebencanaan
    • Masyarakat Adat
    • Milenial
    • Moderasi Islam
    • Resensi
  • Hikmah
  • Hukum Islam
  • Khutbah
    • Khutbah Jumat
    • Khutbah Gerhana
    • Khutbah Nikah
    • Khutbah Idul Adha
    • Khutbah Idul Fitri
  • Tokoh
  • Kabar
    • Internasional
    • Nasional
    • Wilayah
    • Daerah
    • Ortom
  • Galeri
    • Foto
  • Login

© 2025 Persyarikatan Muhammadiyah - Cahaya Islam Berkemajuan.