MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Salat musafir adalah salat yang dilakukan oleh seseorang ketika sedang melakukan perjalanan atau safar. Pengertian safar adalah suatu kondisi yang biasa dianggap orang itu safar, tidak bisa dibatasi oleh jarak tertentu atau waktu tertentu. Orang yang melakukan perjalanan disebut musafir. Bagi mereka, Allah dan Rasul-Nya tidak ingin memberatkan umat-Nya. Oleh karenanya, Islam mensyariatkan adanya rukhsah salat jamak dan salat qasar.
Salat jamak adalah mengumpulkan dua macam salat dalam satu waktu tertentu. Dua macam salat itu adalah salat Dzuhur dengan salat Ashar dan salat Maghrib dengan salat Isyak. Sedangkan salat qasar adalah memendekkan/meringkas jumlah rakaat pada salat yang empat rakaat menjadi dua rakaat yaitu salat Dzuhur, Ashar dan Isyak.
Adapun dalil-dalil yang menerangkan tentang salat jamak adalah sebagai berikut: Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra., ia berkata:“Nabi Saw. pernah menjamak antara salat Dzuhur dan Ashar di Madinah bukan karena bepergian juga bukan karena takut. Saya bertanya: Wahai Abu Abbas, mengapa bisa demikian? Dia menjawab: Dia (Nabi Saw) tidak menghendaki kesulitan bagi umatnya.” [HR. Ahmad].
Hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, ia berkata: “Bahwa Rasulullah Saw. jika berangkat dalam bepergiannya sebelum tergelincir matahari, beliau mengakhirkan salat Dzuhur ke waktu salat Ashar; kemudian beliau turun dari kendaraan kemudian beliau menjamak dua salat tersebut. Apabila sudah tergelincir matahari sebelum beliau berangkat, beliau salat dzuhur terlebih dahulu kemudian naik kendaraan. [Muttafaq ‘Alaih].
Adapun dalil yang menerangkan tentang salat qasar diterangkan dalam QS. an-Nisaa’: 101, Allah berfirman: “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qasar salatmu jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
Selain itu, ada pula hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah ra.: “Bahwa Nabi Saw. pernah mengqashar dalam perjalanan dan menyempurnakannya, pernah tidak puasa dan puasa.” [HR. ad-Daruquthni].
Ada juga hadis yang diriwayatkan oleh Anas ra.: “Bahwa Rasulullah Saw. salat Dzuhur di Madinah empat rakaat dan salat Ashar di Dzul-Hulaifah dua rakaat.” [HR. Muslim].
Pelaksanaan salat jamak dan qashar itu tidak selalu menjadi satu paket (salat jamak sekaligus qashar). Seorang yang menqashar salatnya karena musafir tidak mesti harus menjamak salatnya, demikian pula sebaliknya. Seperti melakukan salat Dzuhur 2 rakaat pada waktunya dan salat Ashar 2 rakaat pada waktunya atau menjamak salat Dzuhur dan salat Ashar masing-masing 4 rakaat baik jamak taqdim maupun ta’khir. Diperbolehkan pula menjamak dan menqashar sekaligus.
Ada pendapat ulama mengenai seorang musafir tetapi dalam keadaan menetap tidak dalam perjalanan, seperti seorang yang berasal dari Indonesia bepergian ke Arab Saudi untuk berhaji, selama ia di sana ia boleh mengqashar salatnya dengan tidak menjamaknya sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Saw ketika berada di Mina.
Walaupun demikian boleh-boleh saja dia menjamak dan menqashar salatnya ketika ia musafir seperti yang dilakukan oleh Nabi Saw ketika berada di Tabuk. Pada kasus ini, ketika dia dalam perjalanan lebih baik menjamak dan menqashar salat, karena yang demikian lebih ringan, tidak memberatkan di perjalanan dan seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Namun ketika telah menetap di Arab Saudi lebih utama menqashar saja tanpa menjamaknya.