MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Secara bahasa, kata kurban bermakna upaya mendekatkan diri kepada Allah Swt. Kurban, berbeda dengan istilah ‘korban’ yang artinya negatif, yaitu pihak yang dirugikan atau mendapatkan kesialan. Di dalam Islam, kurban dipahami sebagai sebuah ibadah yang disyariatkan Allah, yaitu menyembelih hewan ternak tertentu.
Kurban disyariatkan pada tahun kedua hijrahnya Nabi Muhammad Saw. Meski Alquran juga menyebut kurban pada kisah Habil dan Qabil, tetapi pensyariatan kurban sejatinya merujuk pada kisah Nabi Ibrahim As.
Pada program Kolak di kanal youtube TvMu, Kamis (14/7), Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menyebut disyariatkannya kurban juga bertujuan sebagai upaya mengkoreksi akidah dan pemahaman kaum Yahudi terkait ibadah kurban.
Sebab selain mengejek umat Islam mengadopsi ritual ajaran agamanya, kelompok Yahudi pada masa Nabi Muhammad Saw meyakini bahwa yang hendak disembelih oleh Nabi Ibrahim As bukanlah Ismail, tetapi Ishak. Padahal sejatinya Ishak belum lahir ketika perintah kepada Nabi Ibrahim itu turun.
“Secara akidah sebenarnya dimensi pertama dari kurban itu adalah bagaimana Alquran menegaskan bahwa kurban itu adalah bagian dari wahyu Allah dan bukan tiruan, dan agama Ibrahim itu adalah Islam. Ibrahim adalah seorang muslim yang taat kepada Allah,” jelas Mu’ti mengutip QS. Ali Imran ayat 67 yang menegaskan bahwa Ibrahim bukanlah penganut Yahudi atau Nasrani.
Sedangkan makna kedua dari ibadah kurban kata dia adalah upaya mendekatkan diri kepada Allah dengan cara berbuat baik kepada manusia. “Sehingga yang utama itu bukan kurban itu sendiri, tapi keikhlasan mengabdi dan mematuhi perintah Allah,” ucap Mu’ti mengutip QS. Al-Hajj ayat 37 yang menyatakan hanya ketakwaan hamba saja yang sampai kepada Allah, bukan daging dan darah kurban.
“Oleh karena itu yang terpenting dalam ibadah kurban itu bukan penyembelihannya, tapi takwa yang jadi dasar di dalam kita ini melaksanakan ibadah kurban itu sendiri,” imbuhnya.
Terakhir, prosesi kurban itu menurut Mu’ti tidak berhenti pada penyembelihannya. Mengutip penjelasan Prof. Quraish Shihab, dia mengatakan bahwa seorang yang berkurban juga wajib membersihkan diri dari sifat-sifat kebinatangan yang merusak nilai kemanusiaannya.
“Artinya bagaimana manusia membersihkan dari sifat-sifat tercela, ingin menang sendiri, menerabas aturan dan lain sebagainya,” tutupnya. (afn)