MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Menjelang Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah ke-48 yang sedianya digelar di Surakarta pada 1-5 Juli 2020, bangsa Indonesia diuji dengan datangnya pandemi Covid-19 pada awal Maret 2020.
Merespon musibah ini, Muhammadiyah mengerahkan seluruh fokus energi dan materinya mengatasi pandemi. Wujud lain dari keseriusan Muhammadiyah ditunjukkan dengan menunda Muktamar menjadi tanggal 18-20 November 2022.
“Banyak warga masyarakat terdampak masalah sosial-ekonomi dan psikososial yang sangat berat. Kondisi kehidupan akibat pandemi ini dapat disebut sebagai ‘am al-hazmi atau “tahun duka”,” ucap Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir.
Muhammadiyah menjadi organisasi keagamaan terdepan dalam mengatasi pandemi. Meskipun berada dalam keterbatasan, Muhammadiyah juga berhasil mempertahankan eksistensi dan agenda gerakan yang semakin maju di berbagai negara, misalnya lewat pendirian Universiti Muhammadiyah Malaysia (UMAM) di Malaysia serta Muhammadiyah Australia Colloge (MAC) di Melbourne Australia.
Karena itu, dalam forum Tanwir ke-5 yang diselenggarakan secara daring dan terpusat dari Jakarta dan Yogyakarta, Kamis (30/6), Haedar meminta warga Muhammadiyah tidak jatuh dalam euforia yang berlebihan ketika Muktamar telah dekat dan pandemi telah teratasi.
Mengingat pandemi belum 100 persen hilang, Haedar berpesan agar mereka tetap menjaga sikap istikamah, seksama, dan menjadikan Muktamar ke-48 esok sebagai teladan bagi warga bangsa.
“Semoga seluruh warga Muhammadiyah istiqamah memberikan uswah hasanah dalam menghadapi musibah dan menyikapi segala situasi kehidupan sesulit apapun dengan menebar optimis dan solusi positif,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia mengajak warga, anggota, dan pegiat Persyarikatan untuk tetap bersikap rasional sekaligus spiritual dengan penuh hikmah, optimisme, ikhtiar, sabar, dan tawakal kepada Allah Swt.
“Kaum beriman diajari untuk menjaga jiwa dan merawat kehidupan sebagai bagian dari tujuan syari’at Islam dalam satu kesatuan menjaga agama, akal, harta, dan keturunan. Ambillah ‘itibar (pelajaran berharga) atas musibah, serta bersikaplah tawasuth (tengahan) dan wiqayah (waspada, seksama) yang melahirkan hikmah atas musibah yang terjadi. Ketika musibah terjadi setiap muslim diajari untuk bersabar, ikhtiar, dan tawakal. Manakala musibah telah berlalu, wajar bila setiap orang bergembira, namun kegembiraan itu bagi insan beriman tetap berbingkai kesyukuran dan tidak mengarah pada euforia, sukacita berlebihan,” pesannya.
“Alhamdulillah dengan segala usaha yang dilakukan Persyarikatan melalui MCCC, ‘Aisyiyah, Angkatan Muda, Majelis dan Lembaga, amal usaha, dan seluruh komponen Persyarikatan selama hampir tiga tahun ini Muhammadiyah membuktikan keteladanannya dalam menghadapi pandemi dan masalah negeri. Keluarga besar Muhammadiyah telah menghadirkan kearifan hidup yang menebar empati, simpati, peduli, dan berbagi sebagai aktualisasi sikap Islami berjiwa ihsan dan irfani mengikuti pesan luhur Nabi,” tegasnya. (afn)