MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Sila yang paling terlantar dari Pancasila adalah sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal itu disampaikan Haedar Nashir mengutip diksi yang paling sering dilontarkan Ahmad Syafii Maarif atau akrab disapa Buya Syafii, ketika membicarakan pancasila.
Buya Syafii, kata Haedar, sangat konsen bagaimana sila keadilan sosial ini belum bisa direalisasikan secara sistemik. “Maka aktualisasinya beliau selalu peduli pada orang kecil dan pada bagian-bagian yang sangat human interest, pada tukang gunting, tukang sapu dan lainnya,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini dalam acara Rosi : Buya Syafii dalam Kenangan, Kamis (2/6) malam.
Haedar melanjutkan bahkan dalam 13 hari Buya Syafii Maarif dirawat di RS PKU Muhammadiyah Gamping dan Haedar diberikan kesempatan Tuhan menemani Buya Syafii di akhir hayat, Buya sempat menanyakan tentang berapa gaji satpam. “Bagaimana tolong ya diperhatikan jangan sampai mereka terlantar (kata Buya). Itulah bagian bagaimana beliau sangat prihatin dan peduli bagaimana mewujudkan sila kelima itu,” ungkapnya.
Buya Syafii juga kerap menyebut bahwa sila kelima adalah sila yatim piatu. Haedar menjelaskan kita tau bahwa yatim piatu seperti dalam ilustrasi kalau kesuksesan banyak bapak ibunya kalau kegagalan itu yatim piatu.
“Sama juga hal-hal besar yang berat itu biasanya jadi yatim piatu apalagi untuk hal-hal yang tidak populer,” terangnya.
Haedar juga sempat menyinggung tentang pertemuan dengan Presiden pada tahun 2016, kala itu Haedar menyampaikan masalah kesenjangan sosial. Presiden pun merespon tentang pentingnya kebijakan ekonomi yang baru.
“Lalu saya memberikan masukan agar kebijakan ekonomi yang baru itu betul-betul progresif untuk mewujudkan keadilan sosial di mana UMKM dan ekonomi kerakyatan itu bukan sesuatu yang artificial tetapi harus menjadi grand design negara hadir disitu,” kata Haedar.