MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Perbedaan pendapat dalam Agama Islam menurut Agung Danarto merupakan sunnatullah, tidak boleh kemudian setelah ada perbedaan umat saling menegasi, menghentikan dialog, atau sampai pada hal yang ekstrim yaitu takfiri.
Alih-alih memutus dialog, adanya perbedaan pandangan dalam Islam menurut Sekretaris Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah ini merupakan suatu kesempatan untuk membangun dialog, mencari yang paling tepat dan paling bagus.
Menurutnya, ketika terdapat kelompok yang mengklaim bahwa dirinya yang paling sendiri akan menghentikan dialog intelektual. “Ketika dialog itu tidak jalan, susah mengembangkan peradaban baru”. Tuturnya pada, Ahad (17/4).
Di acara Tausiyah Online yang diadakan oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DI. Yogyakarta tersebut, Agung menyebut bahwa ciri dari kemunduran peradaban adalah ketika sesama kelompok Islam sudah tidak tidak bisa menghargai perbedaan. Namun demikian, menganggap bahwa pendapat dari golongannya yang paling benar adalah keharusan, akan tetapi tidak lantas kemudian menganggap pendapat dari golongan lain adalah salah.
“Apa yang kita pahami, apa yang kita yakini insyaallah benar. Tetapi tidak boleh sampai menegasikan yang lainnya pasti salah,” imbuhnya.
Dalam membangun peradaban kedepan, Agung berpesan supaya Umat Islam selain saling bertasamuh juga untuk mentradisikan membaca ‘iqra.
Menurutnya, yang perlu digaris bawahi dari perintah ini adalah membaca tidak boleh dimaknai secara sempit. Agung Danarto menjelaskan, bahwa bagi muslim perintah membaca ini harus dilandasi dengan tauhid. Perintah membaca juga bukan hanya sarana menambah informasi semata, tapi melalui membaca kemudian melakukan analisis dan menciptakan inovasi di lingkungan.
“Perlu untuk melakukan inovasi-inovasi terhadap dirinya dan lingkungannya, agar kemudian ada hal-hal baru yang membawa kemaslahatan lebih untuk lingkungannya,” ucapnya.
Selain memperkuat tradisi membaca, untuk menciptakan peradaban juga memerlukan pemikiran yang rasional. Terkait dengan berpikir rasional, Agung menyebut bahwa perintah untuk berpikir ini tersebar di Al Qur’an sangat banyak.
“Ternyata kalau melihat ayat-ayat tentang perintah untuk menggunakan akal pikirannya, orang harus kritis. Kritis itu tentu harus memiliki idealisme, orang yang tidak punya idealisme tidak bisa kritis”. Tuturnya.
“Sehingga karenanya Islam harus punya idealisme, dia harus memiliki kritisisme, harus berani mengkritik dalam rangka untuk membuat inovasi baru, untuk membuat kemaslahatan bagi lingkungan sekitarnya,” imbuhnya.