MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURABAYA—Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir pada Bulan Ramadan 1443 H mengajak kepada warga Muhammadiyah untuk reflektif pada substansi gerakan Organisasi Muhammadiyah.
Di Kajian Ramadan yang diadakan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur pada, Ahad (3/4) di Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Haedar menyebut bahwa substansi gerakan harus menjadi denyut nadi, di samping membangun Amal Usaha Muhammadiyah (AUM).
Menurutnya, meski warga Muhammadiyah lebih cenderung mengikuti dan tertarik pada isu-isu umum, akan tetapi hal itu tidak boleh berlarut-larut. Sebab ada substansi gerakan Muhammadiyah yang penting untuk dikawal dan dijadikan denyut nadi gerakan, yakni tentang isu-isu keislaman atau pengalian mendalam tentang ajaran Islam.
Sebagai gerakan Islam, Muhammadiyah bertumpu pada Al Qur’an dan Hadits yang ditinjau secara bayani, burhani, dan irfani. Menyinggung tema kajian tentang “Teologi Insyirah”, Haedar mengatakan bahwa QS. Al Insyirah ini bisa dijadikan paradigma untuk menyikapi kehidupan.
Tentang isi surat yang menyebut sesudah kesulitan ada kemudahan, yang diulang dua kali dalam surat ini, kata Haedar, tidak selalu seperti itu. Bahkan diantara kesulitan pasti ada kemudahan, artinya kemudahan yang diberikan Allah tidak menunggu setelah sulit, tapi dibarengkan.
“Dari Surat Al Insyirah ini kita belajar tentang the Islamic worldview, pandangan dunia Islam tentang keduniawian yang satu elemennya adalah bagaimana orang Islam memahami makna kesulitan dengan segala macam manifestasinya,” ungkap Haedar.
Berkaca dari adanya fenomena pandemi covid-19, Haedar menyayangkan atas banyaknya pandangan yang gagal dalam memanifestasikan tauhid ke dalam konteks pandemi. Menurutnya, pandemi covid-19 yang menyebabkan kesulitan menyebabkan kepanikan.
Dari situ kemudian berusaha untuk menenangkan diri dengan cara simplifikasi dan memandang sesuatu dengan dangkal. “Kepanikan yang membuat orang kehilangan ‘jangkar teologisnya’ atau kehilangan pemikiran yang oleh Immanuel Kant disebut dengan akal murninya,” ucapnya.
Akal murni yang menurut Kant melahirkan Sapere Aude, yakni proses pencerahan diri karena akal budinya hidup. “Disinlah kita harus belajar bahwa Teologi Al Insyirah itu saya sampaikan tahun 2021, karena kita ingin menghadirkan alat bantu yang bersifat sakral, suci, yakni Al Quran di dalam realitas kehidupan,” tutur Haedar.
Foto: Humas UM Surabaya