MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA– Selain ke kawasan Timur Tengah dan Eropa, Wakil Ketua Hoofbestuur (HB) Muhammadiyah 1939, Farid Ma’ruf juga melakukan lawatan ke beberapa Negara serantauan seperti Thailand, Singapura, dan Malaysia. Bahkan sebelum pecah Perang Dunia II, Farid Ma’ruf sempat malawat ke Jepan sebagai salah satu dari lima perwakilan Madjlis Islam A’laa Indonesia (MIAI).
Madjlis Islam A’laa Indonesia adalah badan musyawarah yang diprakarsarai oleh KH. Mas Mansur pada 21 September 1937 di Surabaya. Prakarsa ini mendapat dukungan penuh oleh tokoh-tokoh pergerakan Islam lain, di antaranya KH. M. Dahlan dan KH. Abdulwahab Hasbullah dari Nahdlatul Ulama serta ada W. Wondoamiseno.
Sekurangnya ada 18 negara di dunia yang sudah di kunjungi oleh Farid Ma’ruf, mulai dari kawasan Afrika, Aisa Barat Daya, Eropa, dan Asia Tenggara. Namun lawatannya ke Jepang pada tahun 1939 yang dirasa paling istimewa, sampai-sampai didokumentasikan secara khusus dalam buku “Melawat ke Japan” yang diterbitkan oleh H. B. Moehammadijah Madjelis Taman Poestaka.
“Pengalaman pelawatan ini menjadikan Farid Ma’ruf menjadi tokoh penting yang meletakkan aspek-aspek dasar bagi perjuangan diplomasi Bangsa Indonesia di kemudian hari,” imbuh Wiwied Widiyastuti, Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah pada, Senin (21/3).
Meski kebanyakan tokoh-tokoh Muhammadiyah dikenal sebagai man on action, tapi Farid Ma’ruf berbeda sebab selain sebagai tokoh yang sering lawatan beliau juga dikenal memiliki kekuatan literasi yang tinggi. Hal itu ditunjukkan dengan koleksi buku yang dimiliki sangat beragam, sampai dengan koleksi Kitab semua agama. semangat literasi ini yang kemudian juga diturunkan kepada anak-anaknya.
Selain koleksi buku, Farid Ma’ruf juga memiliki kebiasaan lain yakni menulis buku harian yang di kemudian hari bermanfaat bagi generasi penerus. Wiwied menuturkan, buku harian yang ditulis oleh Farid Ma’ruf juga menggunakan Bahasa Inggris. Tokoh Muhammadiyah yang mendapat banyak gelar kehormatan sebagai Guru Besar Luar Biasa dari berbagai universitas ini juga multilingual, yakni dengan menguasai bahasa Arab, Perancis, Inggris, dan Belanda.
Selama di Al Azhar, Mesir Farid Ma’ruf dikenal sebagai mahasiswa yang aktif menulis. Lebih khususnya penulisan jurnalistik. Kemampuan ini membawa dirinya pada 1927 diangkat menjadi staf pimpinan Majalah Seruan Al Azhar. Kemudian pada 1932 menjadi wartawan di Harian Al Balagh, di Kairo Mesir. Bahkan ketika masih aktif sebagai mahasiswa di Al Azhar, Farid Ma’ruf sudah aktif sebagai kontributor Suara Muhammadiyah di Indonesia.
Di Indonesia beliau aktif menjadi koresponden Harian Adil di Solo dan Suluh Rakyat Indonesia. Selain menjadi kontributor Suara Muhammadiyah ketika dirinya masih di Mesir, Farid Ma’ruf pada 1965-1972 didaulat untuk memimpin penerbitan Majalah Suara Muhammadiyah. Selain itu, beliau juga berpengalaman sebagai redaktur Almanak Muhammadiyah.