MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Tidak bisa dipungkiri, oligarki ekonomi menjadi kelompok dominan yang menguasai akses sumber daya ekonomi Indonesia.
Amat sulit menandingi mereka dengan kekuatan ekonomi dan bisnis perseorangan. Maka diperlukan semangat ekonomi berjamaah sebagai basis-basis ekonomi dan bisnis di level akar rumput. Penguatan ekonomi di level jamaah, kata Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah M. Nurul Yamin merupakan langkah pemberdayaan di tingkat middle. Di mana pemberdayaan yang dilakukan oleh MPM PP dilakukan dari hulu sampai hilir, pada sisi hulu dalam pemberdayaan petani misalnya itu berbicara tentang pola tanam, jenis-jenis benih dan seterusnya.
Sementara di posisi middle berbicara pengorgaisasian petani, atau pembentukan jamaah. Sementara itu, Wakil Ketua MPM PP Muhammadiyah, Budi Nugroho menyebut penguatan organisasi atau Jamaah Tani Muhammadiyah (JATAM), termasuk jamaah-jamaah lain itu membutuhkan aktor lokal, baik personal maupun kelembagaan. “Kita juga harus memiliki aktor lokal yang me maintenance dan menguatkan program-program yang dibentuk oleh masyarakat, serta aktor lokal kelembagaan dalam hal ini bisa Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) seperti kampus Muhammadiyah,” tuturnya pada (12/3) di acara Rapat Pengurus MPM secara daring.
Budi melanjutkan, pelibatan AUM Perguruan Tinggi Muhammadiyah – ‘Aisyiyah (PTMA) dalam pemberdayaan JATAM setidaknya memiliki dua sisi keuntungan baik kepada jamaah maupun universitas.
“Ini dua sisi mata koin yang saling menguntungkan, jamaah mendapat transfer ilmu baru dengan landasan akademik dalam bertani, juga AUM ini bisa menjadi pasar yang menyerap produk JATAM. Di sisi lain, AUM PTMA bisa mengimplementasikan tuntutan catur dharma perguruan tingginya, sebagai tempat magang, KKN, penelitian, dan pengabdian masyarakat,” imbuh Budi.
Menurutnya, dengan sumber daya jaringan Muhammadiyah yang tersebar sampai pada desa atau kelurahan jika dikonsolidasikan akan mampu menjadi tandingan oligarki ekonomi yang memiliki kuasa akses ke berbagai lini di Indonesia, termasuk politik dan agama.
“Sumber daya ini harus dikonsolidasikan, minimal kita melangkah untuk menginventarisir data-data yang diperlukan sebagai bekal akselerasi pembangunan ekonomi berbasis jamaah di akar rumput,” imbuhnya.