MUHAMMADIYAH.OR.ID, BANYUWANGI – Focus Group Discussion (FGD) Eco Bhinneka Muhammadiyah-Nasyiatul Aisyiyah di Banyuwangi digelar Sabtu (19/3) bertempat di hotel Kokoon.
“Di Banyuwangi ada sepuluh area kemajuan kebudayaan. Artinya sudah pas kalau nasional mau membuat model kegiatan Eco Bhinneka. Pemerintah Banyuwangi biasanya mengemas kegiatan budaya, agama, dan lingkungan dengan bentuk Festival. Kegiatan festival ini akan merekatkan seluruh agama, suku, budaya, dan keragaman lainnya. Harapannya mulai dari anak dan orang tua akan muncul rasa kebhinekaan atau keberagaman. Ada lebih dari seratus festival di Banyuwangi. Nah jika JISRA mau mengangkat dua isu tentang lingkungan dan kebhinekaan kemudian dikemas ke dalam festival ini akan cocok sekali dengan inovasi yang ada. Sesuai tujuan dari program Eco Bhinneka. Apalagi sasarannya adalah pemuda,” tutur Sunarto, Ketua Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Banyuwangi.
Sementara itu, Muslimin Sueb, Ketua Majelis Lingkungan Hidup PDM Banyuwangi menjelaskan, di Muhammadiyah ada langkah konkret yaitu Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM), sebuah tatanan kehidupan setiap muslim atau umat yang lain.
Ia menjelaskan bahwa Muhammadiyah mengambil Al Qur’an sebagai kitab suci/manual book pengambilan energi sesuai dengan pedoman kehidupan Islami. “Tentang air sudah ada fikihnya. Kebencanaan juga sudah ada fikihnya. Hal ini supaya bisa dijalankan oleh seluruh warga Muhammadiyah khususnya dan masyarakat pada umumnya. Sehingga forum Eco Bhinneka ini penting untuk dilakukan, agar hubungan pribadi, keluarga, masyarakat dan bangsa dapat terjalin baik. Agenda yang telah didukung oleh PDM seperti MDMC kebencanaan, menanam pohon, dan aktif di FKUB,” jelasnya.
Perwakilan Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah (PDA) Banyuwangi Cahyaningsih mengatakan kalau kegiatan-kegiatan yang berbau lingkungan sudah dilakukan secara terstruktur. “Saya sebagai Ibu Rumah Tangga, anggota forum kecamatan sehat. Pengalaman saya di Dasawisma pernah mengikuti Desa Berseri yang dilakukan secara nasional, yakni pemilahan sampah. Hasil dari pemilahan sampah ini berdampak untuk lingkungan sehat,” katanya.
“Pemilahan sampah sudah dilakukan secara terstruktur. Mana yang dijual, mana yang dijadikan kompos, kemudian lindi dibuat maggot atau ulat dan itu bisa dijual untuk pakan ternak. Kegiatan itu kami laksanakan di desa dan tingkat RT. Sampah tersebut kami jual mencapai 14 juta. Saya berharap peran dari anak-anak muda karena yang muda sering membuang sampah sembarangan. Kita juga harus membiasakan diri jauh dari sampah plastik. Tadi disebutkan plastik sudah bisa dijadikan kompos, Nah ini perlu dikampanyekan,” sambung dia.
FGD ditutup dengan rekomendasi tindak lanjut program Eco Bhinneka. Harapannya yang didampingi tidak hanya satu desa dan sekolah, tetapi bisa meluas ke desa dan sekolah lainnya, agar lebih banyak yang merasakan manfaat dari kegiatan-kegiatan Eco Bhinneka.
Kegiatan ini diikuti Tokoh lintas agama dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah (Majelis Lingkungan Hidup dan Majelis Pendidikan Kader), Parisada Hindu Dharma Indonesia, Perwakilan Umat Buddha Indonesia, Badan Musyawarah Antar Gereja, Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia, Lembaga Dakwah Islam Indonesia, dan Forum Kerukunan Umat Beragama, serta tokoh adat, pemerintah desa, perempuan (Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah dan Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah), pemuda, guru, dan pelajar.