Minggu, 27 Juli 2025
  • AR
  • EN
  • IN
Muhammadiyah
  • KABAR
  • OPINI
  • HUKUM ISLAM
  • KHUTBAH
  • MEDIA
  • SEJARAH
  • TOKOH
  • ARSIP
No Result
View All Result
  • Login
Muhammadiyah
  • KABAR
  • OPINI
  • HUKUM ISLAM
  • KHUTBAH
  • MEDIA
  • SEJARAH
  • TOKOH
  • ARSIP
No Result
View All Result
  • Login
Muhammadiyah
No Result
View All Result
  • KABAR
  • OPINI
  • HUKUM ISLAM
  • KHUTBAH
  • MEDIA
  • SEJARAH
  • TOKOH
  • ARSIP
Home Artikel

Benarkah Muhammadiyah Melupakan Budaya Lokal?

by Fauzan Anwar Sandiah
3 tahun ago
in Artikel, Opini
Reading Time: 4 mins read
A A
Benarkah Muhammadiyah Melupakan Budaya Lokal?

Oleh: Fauzan Anwar Sandiah

KH. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah berasal dari keluarga penghulu kraton Yogyakarta. Ia tumbuh dalam kultur Islam Jawa yang sangat kental (Peacock, 2016). Mitsuo Nakamura (2021) seorang peneliti Jepang menyebut pendiri Muhammadiyah sebagai “abdi dalem santri.” Memang tidak bisa dibantah bahwa kelahiran Muhammadiyah sejak awal telah menunjukkan perpaduan antara aspek-aspek identitas dalam kultur Jawa sekaligus tradisi santri. Tujuh dari sembilan nama dalam dokumen pengajuan pendirian Muhammadiyah punya gelar bangsawan Jawa dan gelar haji (Burhani, 2016).

Banyak pendiri Muhammadiyah di tingkat Cabang seperti misalnya Pekajangan yaitu KH. Abdurrahman merupakan seorang santri yang dididik di pondok pesantren tradisional. K.R.H. Hajid, seorang murid KH. Ahmad Dahlan yang bergabung dengan Muhammadiyah sejak 1916 dan kemudian menjadi penasehat organisasi merupakan santri lulusan pondok Termas. Banyak tokoh-ulama Muhammadiyah pada era awal berasal dari kultur Islam tradisional. Kiai Amir ulama Muhammadiyah Kotagede mengenyam pendidikan di Pesantren Tebuireng dan mendapat penghargaan dari KH. Hasyim Asyari sebagai pakar studi hadis bukhari (Lih. Nakamura, 2021).

Bukan suatu keganjilan bahwa Muhammadiyah dapat disebut sebagai varian “Islam Jawa” yang berkat sifat kosmopolitannya mampu menyebar ke seluruh penjuru nusantara. Antara dekade 1920 dan 1930 jumlah pendirian Cabang Muhammadiyah meningkat pesat, dan merambah hingga ke luar Jawa. Gagasan pembaruan Islam Muhammadiyah tampaknya diterima dengan baik. Di Sumatera, para ulama dan tokoh Islam lokal sepakat dengan misi dakwah Muhammadiyah. Bahkan banyak di antaranya menjadi tokoh sentral di Muhammadiyah seperti Buya AR Sutan Mansur, Prof. Hamka, hingga Prof. Ahmad Syafii Ma’arif.

MateriTerkait

Status Nasab dan Tanggung Jawab Anak Hasil Zina Ketika Orang Tua Menikah dan Kemudian Bercerai

Khutbah Jumat: Larangan Berbangga Diri dengan Dosa

Bolehkah Menikahi Perempuan dalam Kondisi Hamil?

Jadi pada satu sisi Muhammadiyah telah mempromosikan varian “Islam Jawa” yang mampu memadukan antara penguasaan ilmu-ilmu keislaman dan misi memajukan Islam dalam tindakan kepenyantunan sosial ke seluruh nusantara. Dan paradoksnya, di sisi seberang, Muhammadiyah juga dianggap sebagai reaksi balik terhadap praktik-praktik budaya lokal yang dianggap sinkretis di tanah kelahirannya sendiri, yakni Jawa.

Perspektif pertama memang hanya dikenal secara terbatas di kalangan peneliti bahwa Muhammadiyah merupakan varian Islam Jawa. Sementara perspektif kedua menyebar lebih intensif di ruang publik dan membentuk citra Muhammadiyah sebagai gerakan puritan yang identik dengan misi pemberantasan praktik-praktik kebudayaan terutama yang dilabeli sinkretis. Khususnya karena bersangkutan dengan semboyan dakwah di Muhammadiyah yaitu membersihkan praktik keberagamaan kaum muslim dari tahayul, bid’ah dan khurafat.

Tapi apakah dengan perluasan makna misi purifikasi keagamaan Muhammadiyah, organisasi ini masih dianggap tak akan mampu menemukan titik temu dengan budaya lokal? Sekarang sangatlah penting untuk bertanya bagaimana Muhammadiyah merumuskan kembali visi keagamaannya yang mungkin akan membentuk ulang hubungannya dengan elemen-elemen sosial-budaya. Dan untuk itu tidak ada bantahan bahwa memang hubungan sebelumnya antara Muhammadiyah dan budaya lokal berciri korektif dan konfrontatif. Meski pada kenyataannya banyak titik temu antara Muhammadiyah dan budaya lokal yang sudah terjadi dari waktu ke waktu, seperti dalam seni bela diri pencak silat, seni musik gamelan, dan seni pertunjukan wayang.

Memang ada banyak kritik terhadap reaksi korektif atau konfrontatif Muhammadiyah terhadap apa yang disebut sebagai “budaya lokal” atau “kearifan lokal” (bagaimana pun lokalitas itu dimaknai). Tetapi dengan memperhatikan program-program kemanusiaan Muhammadiyah misalnya terhadap masyarakat di pedalaman Papua dan Kalimantan yang masih mempraktikkan agama leluhur atau beragama Kristen, jelas Muhammadiyah tidak hanya menampilkan reaksi korektif atau konfrontatif.

Perlu juga dipertegas di sini bahwa apa yang disebut “budaya lokal” atau “kearifan lokal” bukan merupakan suatu idea-fix yang tidak berubah. Dalam perspektif Marxian, budaya bagaimana pun sangat berkaitan dengan mode produksi masyarakat. Peralihan intensif dari ekonomi agraris ke industrialis dan digital dengan menyisakan hanya segelintir masyarakat terisolir mendebat makna “lokalitas” sebagai habitus kebudayaan masyarakat. Barangkali, apa yang kini tampil sebagai “budaya lokal” atau “kearifan lokal” di ruang publik ada dalam medan diskursif yang sama dengan semua elemen diskursus dalam kehidupan kontemporer.

Sikap positif Muhammadiyah atas keragaman budaya tampil paralel dengan penerimaan utuh terhadap Pancasila pada Muktamar ke-41 tahun 1985. Pancasila adalah pegangan penting dalam keragaman identitas masyarakat ragam-kultur di Indonesia. Meski ideologi ini selama era Soeharto kerap dianggap sebagai instrumen kekuasaan politik. Seiring waktu, dengan bergulirnya reformasi, Pancasila terus dipegang sebagai simbol konsesus nasional. Pasca Muktamar ke-47, Muhammadiyah menerbitkan dokumen penting yang memperkenalkan konsep darul ahdi wa syahadah untuk mengkerangkai konsep “negara Pancasila” dalam konteks teologis dan ideologis.

Cara Muhammadiyah berhadapan dengan budaya lokal berkelindan dengan banyak hal terkait dengan simbol konsesus nasional seperti Pancasila dan semboyan bhineka tunggal ika. Muhammadiyah memang tidak mungkin melepaskan diri dari isu ragam-budaya sebagai ciri khas dari negara kepulauan. Sejak dekade 1980-an isu-isu masyarakat plural sudah berkembang di kalangan aktivis Muhammadiyah di tingkat nasional, puncaknya berlangsung intensif pascareformasi (Latief, 2017).

Muhammadiyah memang tidak akan mungkin mengabaikan budaya lokal, misalnya Kejawaan. KH. AR Fakhruddin (Ketua Umum Muhammadiyah sejak 1968 hingga 1990) menulis buku keagamaan berbahasa Jawa krama berjudul Soal-Jawab Entheng Enthengan yang pertama kali diterbitkan tahun 1980. Ini adalah buku yang disusun ketika KH. AR Fakhruddin memberi kuliah shubuh di R.R.I Nusantara II Yogyakarta. Buku ini berisi tanya jawab keislaman seputar cara wirid setelah salat wajib, cara menggunakan tasbih, cara ziarah kubur, riwayat Nabi Muhammad, makna Pancasila bagi umat muslim, salat jenazah dan masih banyak lagi tema sehari-hari. Ini bukan satu-satunya buku atau ceramah KH. AR Fahruddin dalam bahasa Jawa. KH. AR. Fakhruddin sangat dikenal berkat penguasaan bahasa Jawa dan ilmu keislamannya yang mendalam.

Begitu pula dengan Buya Hamka dalam konteks hubungannya dengan adat Minang. Dalam banyak ceramah dan tulisan, Buya Hamka kerap menggunakan pepatah Melayu dan kisah-kisah yang sangat akrab bagi masyarakat Minang untuk memperjelas makna ayat yang sedang ditafsirkannya atau kebiasaan lokal yang hendak dikritiknya. Buya Hamka dalam novel Tenggelamnya Kapal van der Wijk (1938) menyajikan tema pergulatan kebudayaan manusia Melayu yang terkungkung dalam tradisi. Lebih jauh lagi, Buya Hamka yang memiliki gelar adat Datuk Indomo berperan penting dalam menjaga titik temu antara agama dan budaya Melayu melalui rekonfigurasi Islam dan adat Minang (Aljunied, 2021).

Relasi antara Muhammadiyah dan budaya lokal sejak awal bersifat historis dan akan terus berkembang seiring tampilnya kekuataan elemen sosial-budaya dalam kehidupan publik Indonesia kontemporer. Muhammadiyah memang tampaknya masih akan terus menerus menawarkan puritanisasi gaya hidup masyarakat muslim. Tapi perlu dicatat bahwa hubungan antara Muhammadiyah dan budaya lokal di masa mendatang telah beralih dari sekedar reaksi korektif atau konfrontatif menjadi lebih berorientasi humanitarian (Bdk. Latief, 2017). Kesuksesan Muhammadiyah di masa mendatang adalah mendayagunakan kapital budaya untuk menyusun ulang kekuataan progresifnya di tengah beragam masalah global seperti degradasi lingkungan dan ekologi, krisis kesehatan dan kemiskinan struktural.

Tags: budayaCakrawalaheadlineSejarah
ShareTweetSendShareShare
Previous Post

Islam yang Berkemajuan Ditopang Pengembangan Riset Berbasis Integrasi dan Interkoneksi

Next Post

Majelis Tarjih Selenggarakan Seminar Nasional Fikih Kurban

Baca Juga

Haedar Nashir Terima Penghargaan Bintang LVRI, Serukan Komitmen dan Nilai Keindonesiaan bagi Generasi Muda
Berita

Haedar Nashir Terima Penghargaan Bintang LVRI, Serukan Komitmen dan Nilai Keindonesiaan bagi Generasi Muda

10/07/2025
Muhammadiyah Resmi Luncurkan Kalender Hijriah Global Tunggal
Berita

Muhammadiyah Resmi Luncurkan Kalender Hijriah Global Tunggal

25/06/2025
Apa Saja Syarat Validitas Kalender Islam Global?
Berita

Menjawab Kritik terhadap Kalender Hijriah Global Tunggal: Hilal di Bawah Ufuk

19/06/2025
Haedar Nashir Terima Penghargaan Tokoh Perbukuan Islam 2025
Berita

Haedar Nashir Terima Penghargaan Tokoh Perbukuan Islam 2025

18/06/2025
Next Post
Majelis Tarjih Selenggarakan Seminar Nasional Fikih Kurban

Majelis Tarjih Selenggarakan Seminar Nasional Fikih Kurban

Tiga Pijakan Spiritual Guru Besar Kalangan Warga-Intelektual Muhammadiyah

Tiga Pijakan Spiritual Guru Besar Kalangan Warga-Intelektual Muhammadiyah

LPCR PP Muhammadiyah Serahkan Penghargaan UMP Sebagai PTM Paling Peduli Cabang-Ranting

LPCR PP Muhammadiyah Serahkan Penghargaan UMP Sebagai PTM Paling Peduli Cabang-Ranting

BERITA POPULER

  • Cerita Sekretaris PWM Jatim Diminta Pemuka Agama Katolik Mendirikan Kampus Muhammadiyah di Papua Tengah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Status Nasab dan Tanggungjawab Anak Hasil Zina Ketika Orang Tua Tidak Menikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KOKAM dan Polri Sinergi Wujudkan Ketahanan Pangan Nasional

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mahasiswa UMJ Viral Usai Jadi Ketua RT: Gen Z Siap Pimpin Masyarakat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bolehkah Menikahi Perempuan dalam Kondisi Hamil?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Muhammadiyah Buka Seleksi Beasiswa Al-Azhar Mesir 2025

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tiga Pesan Haedar Nashir untuk KOKAM

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kemenhut RI dan Muhammadiyah Sinergikan Riset dan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Muhammadiyah Bakal Mendirikan Universitas di Provinsi Papua Selatan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Majelis

  • Tarjih dan Tajdid
  • Tabligh
  • Diktilitbang
  • Dikdasmen dan PNF
  • Pembinaan Kader dan SDI
  • Pembinaan Kesehatan Umum
  • Peminaan Kesejahteraan Sosial
  • Ekonomi, Bisnis dan Pariwisata
  • Pendayagunaan Wakaf
  • Pemberdayaan Masyarakat
  • Hukum dan HAM
  • Lingkungan Hidup
  • Pustaka dan Informasi

Lembaga

  • Pengembangan Pesantren
  • Pengembangan Cabang Ranting
  • Kajian dan Kemitraan Strategis
  • Pembinaan dan Pengawasan Keuangan
  • Resiliensi Bencana
  • Amil Zakat, Infak dan Sedekah
  • Pengembang UMKM
  • Hikmah dan Kebijakan Publik
  • Seni Budaya
  • Pengembangan Olahraga
  • Hubungan dan Kerjasama Internasional
  • Dakwah Komunitas
  • Pemeriksa Halal dan KHT
  • Pembinaan Haji dan Umrah
  • Bantuan Hukum dan Advokasi Publik

Biro

  • Pengembangan Organisasi
  • Pengelolaan Keuangan
  • Komunikasi dan Pelayanan Umum

Ortom

  • Aisyiyah
  • Pemuda Muhammadiyah
  • Nasyiatul Aisyiyah
  • Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
  • Ikatan Pelajar Muhammadiyah
  • Tapak Suci Putra Muhammadiyah
  • Hizbul Wathon

Wilayah Sumatra

  • Nanggroe Aceh Darussalam
  • Sumatra Utara
  • Sumatra Selatan
  • Sumatra Barat
  • Bengkulu
  • Riau
  • Kepulauan Riau
  • Lampung
  • Jambi
  • Bangka Belitung

Wilayah Kalimantan

  • Kalimantan Barat
  • Kalimantan Timur
  • Kalimantan Selatan
  • Kalimantan Tengah
  • Kalimantan Utara

Wilayah Jawa

  • D.I. Yogyakarta
  • Banten
  • DKI Jakarta
  • Jawa Barat
  • Jawa Tengah
  • Jawa Timur

Wilayah Bali &

Kepulauan Nusa Tenggara

  • Bali
  • Nusa Tenggara Barat
  • Nusa Tenggara Timur

Wilayah Sulawesi

  • Gorontalo
  • Sulawesi Barat
  • Sulawesi Tengah
  • Sulawesi Utara
  • Sulawesi Tenggara
  • Sulawesi Selatan

Wilayah Maluku dan Papua

  • Maluku Utara
  • Maluku
  • Papua
  • Papua Barat
  • Papua Barat daya

Cabang Istimewa

  • PCIM Kairo Mesir
  • PCIM Iran
  • PCIM Sudan
  • PCIM Belanda
  • PCIM Jerman
  • PCIM United Kingdom
  • PCIM Libya
  • PCIM Malaysia
  • PCIM Prancis
  • PCIM Amerika Serikat
  • PCIM Jepang
  • PCIM Tunisia
  • PCIM Pakistan
  • PCIM Australia
  • PCIM Rusia
  • PCIM Taiwan
  • PCIM Tunisia
  • PCIM TurkI
  • PCIM Korea Selatan
  • PCIM Tiongkok
  • PCIM Arab Saudi
  • PCIM India
  • PCIM Maroko
  • PCIM Yordania
  • PCIM Yaman
  • PCIM Spanyol
  • PCIM Hongaria
  • PCIM Thailand
  • PCIM Kuwait
  • PCIM New Zealand

Kategori

  • Kabar
  • Opini
  • Hukum Islam
  • Khutbah
  • Media
  • Tokoh

Tentang

  • Sejarah
  • Brand Guideline

Layanan

  • Informasi
  • KTAM

Ekosistem

  • Muhammadiyah ID
  • MASA
  • EventMu
  • BukuMu
  • SehatMu
  • KaderMu
  • LabMu

Informasi

  • Redaksi
  • Kontak
  • Ketentuan Layanan
© 2025 Persyarikatan Muhammadiyah

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • AR icon bendera arab
  • EN
  • ID bendera indonesia
  • Home
  • Organisasi
    • Anggota Pimpinan Pusat
    • Keputusan Muktamar Ke-48
      • Risalah Islam Berkemajuan
      • Isu – Isu Strategis Keumatan, Kebangsaan dan Kemanusiaan Universal
      • Keputusan Lengkap
    • Majelis
      • Majelis Tarjih dan Tajdid
      • Majelis Tabligh
      • Majelis Diktilitbang
      • Majelis Dikdasmen dan PNF
      • Majelis Pembinaan Kader dan SDI
      • Majelis Pembinaan Kesehatan Umum
      • Majelis Pembinaan Kesejahteraan Sosial
      • Majelis Ekonomi, Bisnis dan Pariwisata
      • Majelis Pendayagunaan Wakaf
      • Majelis Pemberdayaan Masyarakat
      • Majelis Hukum dan HAM
      • Majelis Lingkungan Hidup
      • Majelis Pustaka dan Informasi
    • Lembaga
      • Lembaga Pengembangan Pesantren
      • Lembaga Pengembangan Cabang Ranting dan Pembinaan Masjid
      • Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis
      • Lembaga Pembinaan dan Pengawasan Keuangan
      • Lembaga Resiliensi Bencana
      • Lembaga Amil Zakat, Infak dan Sedekah
      • Lembaga Pengembang UMKM
      • Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
      • Lembaga Seni Budaya
      • Lembaga Pengembangan Olahraga
      • Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional
      • Lembaga Dakwah Komunitas
      • Lembaga Pemeriksa Halal dan KHT
      • Lembaga Pembinaan Haji dan Umrah
      • Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik
    • Biro
      • Biro Pengembangan Organisasi
      • Biro Pengelolaan Keuangan
      • Biro Komunikasi dan Pelayanan Umum
    • Profil
      • AD/ ART Muhammadiyah
      • Sejarah Muhammadiyah
      • Lagu Sang Surya
      • Organisasi Otonom
      • Cabang Istimewa/Luar Negeri
    • Ideologi
      • Muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
      • Masalah Lima
      • Kepribadian Muhammadiyah
      • Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
      • Khittah Muhammadiyah
      • Langkah Muhammadiyah
    • Daftar Anggota
  • Opini
    • Budaya Lokal
    • Filantropi & Kesejahteraan Sosial
    • Pemberdayaan Masyarakat
    • Lingkungan & Kebencanaan
    • Masyarakat Adat
    • Milenial
    • Moderasi Islam
    • Resensi
  • Hikmah
  • Hukum Islam
  • Khutbah
    • Khutbah Jumat
    • Khutbah Gerhana
    • Khutbah Nikah
    • Khutbah Idul Adha
    • Khutbah Idul Fitri
  • Tokoh
  • Kabar
    • Internasional
    • Nasional
    • Wilayah
    • Daerah
    • Ortom
  • Galeri
    • Foto
  • Login

© 2025 Persyarikatan Muhammadiyah - Cahaya Islam Berkemajuan.