MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Terkait dengan sustainability suatu negara – bangsa, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti tawarkan teologi Quraisy yang terinspirasi dari QS. Quraisy. Di dalamnya terdapat dua pokok yaitu mengenai kedaulatan pangan dan keamanan sosial maupun stabilitas politik, dan itu digambarkan di QS. Quraisy ayat 4.
Mu’ti menguraikan tentang ayat 4 dalam QS. Quraisy, “yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan”. Dari ayat tersebut ditemukan pemahaman bahwa barometer negara maju adalah ketika negara memiliki jaminan ekonomi dan food security, sekaligus jaminan keamanan sosial dan politik yang stabil.
“Sehinga kalau negara itu ekonominya tercukupi, rakyatnya hidup aman – tentram, toto tentrem kerto raharjo (keadaan yang tentram) itulah negara yang berhasil,” ucapnya pada (1/12) di acara Pengajian Milad ke-61 Universitas Ahmad Dahlan (UAD).
Pondasi ekonomi suatu negara harus melahirkan ketahanan pangan, ketahanan sosial, dan ketahanan politik. Melihat Indonesia melalui bingkai Teologi Quraisy, Mu’ti menyebut di beberapa bagian pangan Indonesia telah berada pada level baik, hal itu didukung oleh keadaan alam yang mampu menopang kebutuhan hidup manusia Indonesia.
Menurutnya, berbicara mengenai teknologi dan transformasi teknologi untuk ekonomi maka harus berujung pada kesejahteraan. Melalui pemahamannya terhadap beberapa surat dalam Al Qur’an, Mu’ti menyebut di dalamnya banyak diuraikan terkait dengan teknologi dan ketahanan – kedaulatan pangan.
“Di dalam QS. Al Anam itu dijelaskan Allah menciptakan binatang ternak itu, sebagian kamu makan, sebagian kamu jadikan sebagai kendaraan. Itu teknologi sebenarnya. Secara tidak langsung Qur’an itu memerintahkan kita untuk mengembangkan teknologi pangan yang berasal dari binatang,” ungkapnya.
Namun demikian, banyak ayat Al Qur’an yang hanya berhenti pada pemahaman teologis, sebab ayat Al Qur’an tidak didekati dengan pendekatan teknologi. Bahkan di Al Qur’an ada 6 ayat dengan redaksi yang berbeda tersirat perintah kepada manusia untuk melakukan piknik. Salah satunya di Surat Ali Imran: 137.
Dalam surat tersebut, kata “berjalanlah di muka bumi” oleh Mu’ti harus diterjemahkan secara progresif menjadi “jelajahilah dunia”. Ia beralasan karena Allah menciptakan bumi sebagai tempat yang mudah untuk dilalui. Piknik sebagai perintah Qur’an memberikan isyarat bahwa, dengan piknik akan memberikan/memunculkan gagasan-gagasan besar.