MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Selingkuh, sebuah kata yang cukup familiar di telinga masyarakat kita. Kata yang terkesan sederhana namun pengaruhnya dalam kehidupan sosial begitu luar biasa. Hal ini bisa mengenai siapa saja, termasuk perselingkuhan juga dilakukan oleh orang-orang yang sudah bertahun-tahun membina mahligai perkawinan maupun mereka yang baru membangun rumah tangga.
Dalam Fatwa Tarjih yang terdapat di Majalah Suara Muhammadiyah, No.10 tahun 2010 menyebutkan bahwa perselingkughan ialah kecurangan, penyelewengan dan pengkhianatan seseorang terhadap pasangannya. Dan perselingkuhan itu tidak sesederhana saling merindukan satu sama lain tapi lebih dari itu biasanya dibarengi dengan perzinaan atau paling tidak mendekati perzinaan.
Dalam Islam, semua pengkhianatan, penyelewengan dan kecurangan dilarang cukup keras. Di antara ayat dan hadis yang melarang hal-hal di atas adalah firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui” (QS. al-Anfal: 27).
Rasulullah saw juga telah memperingatkan mengenai tanda-tanda orang munafik supaya kita menjauhinya. Sabda beliau: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi saw beliau bersabda: ‘Tanda orang munafik itu ada tiga: Jika berbicara ia berbohong, jika berjanji ia mengingkari dan jika dipercaya ia berkhianat’” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Demikian pula, semua hal yang menjurus dan mengarah kepada perzinaan juga dilarang di dalam syariat Islam. Dalilnya antara lain firman Allah: “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (QS. al-Israa’: 32).
Perbuatan selingkuh dapat pula disejajarkan dengan perbuatan nusyuz, yaitu perbuatan meninggalkan kewajiban suami isteri. Nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya, sedangkan nusyuz dari pihak suami misalnya dari pihak suami ialah bersikap keras terhadap isterinya; tidak mau menggaulinya dan tidak mau memberikan haknya. Sebagaimana Firman Allah Swt:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (QS. an-Nisa’: 34).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Hubungan seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang dibenarkan oleh syariat Islam adalah hubungan yang jauh dari unsur-unsur perselingkuhan, perbuatan-perbuatan mendekati zina, dan perzinaan.