MUHAMMADIYAH.OR.ID, ANKARA — Merujuk Arnold J. Toynbee dan Daisaku Ikeda, Duta Besar Indonesia untuk Turki, Lalu Muhammad Iqbal menyebut bahwa peradaban besar tidak serta merta dibangun oleh kelompok mayoritas dari peradaban tersebut, melainkan juga dibangun oleh kelompok kecil kreatif (creative minority).
Demikian ia sampaikan dalam Webinar Series yang diadakan oleh Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Turki pada (3/10) secara daring. Alumni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini menyebut, dibangunnya peradaban besar seringkali dimulai dari small circle.
“Rasulullah membangun peradaban Islam dari sekelompok sahabat sampai tabiut, tabiin, kemudian diterima. Kemudian raja-raja, kekuasaan-kekuasaan di masyarakat sekitar Arab menerima dan sampai menyebar sampai ke Indonesia,” ungkapnya.
Termasuk Ottoman Empire juga dibangun melalui suku kecil, di saat Kesultanan Seljuk mulai ‘tertidur’. Oleh karena itu, Lalu Iqbal berharap melalui forum-forum kecil seperti yang diadakan oleh PCIM Turki ini bisa kembali menghadirkan kebesaran peradaban Islam yang telah lama tidur sejak awal abad 20.
“Kita ingin melihat ada peradaban baru Islam yang muncul pastinya. Sebab kalau baca sejarah seolah-olah peradaban Islam itu sudah berhenti di awal abad ke 20 seolah-olah dengan runtuhnya Ottoman itu selesai peradaban Islam,” sambungnya.
Menyinggung tentang tema yang dibahas “Pendekatan Negara Turki dalam Membangun Triple Helix of Innovation.” Lalu Iqbal menyebut isu ini kembali muncul dan ramai dibincangkan oleh masyarakat internasional ketika revolusi industri 4.0, yaitu revolusi yang bertitik tumpu pada otomatisasi untuk mengurangi peran manusia.
Dalam konteks masyarakat Indonesia, ia menekankan supaya tidak melompat dalam tahapan revolusi industri ini. Jika masih di revolusi industri 3.0, tidak perlu langsung melompat ke 4.0, sebab akan menimbulkan gegar budaya (cultural shock). Menurutnya, berbicara revolusi industri 4.0, bukan semata tentang produk tapi juga tentang ekosistem, dan Indonesia belum siap.
“Kondisi yang kita hadapi di Indonesia itu, dan ini tidak bermaksud membandingkan, tapi kita mencoba mengambil lesson learn yang terbaik. Sehingga kita kedepan bisa benar-benar seperti mimpi kita membuat industrial revolution 4.0,” ungkapnya.
Lalu Iqbal berharap kegiatan ini bisa menjadi creative minority, dan menjadi embrio peradaban Islam yang lebih besar. Terkait dengan respon terhadap kemajuan teknologi di Turki, dia berharap Muhammadiyah memiliki Muhammadiyah Institute of Technology yang fokus terhadap teknologi-teknologi masa depan.
“Kita mulai peradaban kita, kita bangun dari situ dan proses yang sama terjadi di Turki kurang lebih seperti itu,” imbuhnya.