MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA– Menegaskan posisi perempuan dari kacamata pemberdayaan yang dilakukan oleh Muhammadiyah, bahwa perempuan dalam peran sosialnya tidak berbeda dengan kaum laki-laki.
Terlebih dalam situasi krisis akibat dampak pandemi covid-19 seperti yang melanda Indonesia dan dunia sekarang ini. Meski leading sektornya adalah bidang kesehatan, tapi dampaknya dirasakan meluas, termasuk pada sektor pangan keluarga juga mengalaminya.
Menurut Anggota Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah, Wuri Rahmawati, dalam situasi apapun harusnya pangan bagi keluarga Indonesia tidak boleh hanya ada dalam segi jumlah, tapi juga ada dan memiliki nilai gizi seimbang.
“Ketahanan pangan keluarga bukan hanya cukup secara jumlah/kuantitas, tapi juga cukup secara gizi/kualitas. Mengingat berada pada situasi sulit akibat pandemi covid-19, sisi ini seringkali terabaikan,” ucapnya saat ditemui di Kantor MPM PP Muhammadiyah pada (19/8).
Menurutnya, pangan bergizi atau makanan bergizi di Indonesia masih belum menjadi kesadaran umum. Sebab realitas di lapangan menunjukkan, bahwa makanan bergizi masih susah dijangkau oleh masyarakat atau keluarga kelas bawah.
Di sisi lain, akibat pandemi covid-19 yang tidak diketahui kapan berakhirnya, pengadaan pangan bagi keluarga ikut terpengaruh. Sebab suami sebagai kepala rumah tangga yang bertugas mencari nafkah mengalami PHK, atau usaha yang dijalankan gulung tikar akibat sepi pembeli.
Budaya patriarki yang ‘diugemi’ oleh kebanyakan keluarga Indonesia menimbulkan ketimpangan peran, termasuk dalam penyediaan pangan bagi keluarga. Suami sebagai kepala keluarga berkewajiban penuh untuk menjaga ketersediaan pangan bagi keluarga.
“Sehingga ketika suami memiliki kendala, dan berakibat pada hilangnya sumber pangan, maka keluarga akan merasakan dampaknya secara signifikan, sebab tidak ada sumber pangan lain yang bisa digali oleh aktor-aktor lain dalam keluarga,” ungkapnya.
Wuri menegaskan, peran atau tokoh tunggal/one man show suami akan sulit diimplementasikan ketika keluarga dalam keadaan sulit atau sedang menghadapi krisis. Oleh karena itu perempuan sebagai “kanca wingking” atau teman belakang bagi seorang pria harus dikikis.
Prinsip setara (equality) dalam keluarga untuk menciptakan ketahanan pangan bergizi bagi keluarga perlu dipupuk dan disemarakkan pada keluarga-keluarga di Indonesia. Karena pada prinsipnya laki-laki dan perempuan, suami dengan istri memiliki peran, tanggung jawab yang sama dalam mewujudkan ketahanan pangan dalam keluarga.