MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA – Organisasi Islam besar pada umumnya membuat para pengikutnya memiliki sifat fanatik. Pandangan subjektif bahwa organisasinya adalah yang paling benar diikuti dengan kebanggaan memakai simbol atau identitas organisasi.
Uniknya hal semacam ini tidak ditemukan di dalam Muhammadiyah. Guru Besar Antropologi Kangwon National University Korea Selatan Hyung Jun Kim pun mengaku heran dalam Webinar Feishum UNISA Yogyakarta, Senin (31/5).
“Rasa fanatik diwasapadai oleh Muhammadiyah. Saya agak susah memahami. Biasanya organisasi biar menjadi besar atau kuat pengaruhnya, biasanya mereka menggunakan rasa fanatik terhadap organisasi,” terangnya.
Kendati memiliki militansi yang tak kalah besar terhadap perjuangan organisasi, pegiat dan anggota Muhammadiyah menurut Kim enggan menampakkan identitas Muhammadiyah dalam bentuk simbolik atau membanggakan diri.
“Setahu saya di Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah, aktivisnya, pimpinannya cukup fanatik. Tapi saya rasa tidak pernah memperlihatkan rasa fanatik itu terhadap orang dan mereka tidak pernah menganjurkan anggotannya, aktivisnya untuk mempunyai rasa fanatik,” jelas Kim.
Menurut Kim, kuatnya kultur rasio, demokrasi dan kesetaraan di Muhammadiyah yang membuat aktivis dan anggotanya tidak terjatuh dalam fanatisme kelompok. Karena itu, menurutnya jarang ditemukan kasus merayu orang lain untuk bergabung dengan Muhammadiyah.
“Menurut saya, pimpinan atau anggota pasti punya pandangan atau emosi terhadap organisasi Muhammadiyah, tapi mereka tidak mau menganjurkan rasa fanatik di dalam Muhammadiyah. Itu bisa memberi pluralitas dan itu yang bisa menjadi prinsip demokrasi,” jelasnya.