MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA— Agama itu bertujuan memberikan kemudahan, karena itu melaksanakan perintah agama juga harus secara mudah. Allah menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki bagi kesukaran.
Demikian disampaikan oleh Prof. Syamsul Anwar, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah pada Kamis (22/4) dalam Kajian Ramadan Sehat dan Aman di TvMu. Berdasarkan keterangan di ayat al Qur’an dan hadis, kemudian para ulama membuat suatu prinsip “Al masyaqqah tajlibu at taisir.”
“Apabila dalam melaksanakan agama termasuk puasa itu maka diberi kelonggaran,” sambung Syamsul menjelaskan prinsip pertama ini.
Prinsip kedua adalah melaksanakan agama sesuai dengan kemampuan. Prinsip ini merujuk pada surat Al Baqarah ayat 286, “La Yukallifullahu Nafsan Illa Wus’aha…..” yang artinya Allah tidak membebani seseorang sesuai dengan kesanggupannya. Nabi juga menjelaskan, bahwa apabila dirinya memberikan anjuran, maka lakukan sesuai dengan kemampuan.
“Jadi agama itu tidak boleh dipaksa-paksakan, sehingga menimbulkan kesukaran-kesukaran. Allah sendiri tidak menghendaki hal yang demikian itu,” imbuhnya.
Prinsip yang ketiga adalah dalam melaksanakan agama itu tidak boleh timbul mudharat. Prinsip ini merujuk pada sabda nabi “la dharara wala dhirar”, jika diartikan secara luas maka dalam melaksanakan perintah agama itu muslim tidak boleh mengalami musibah akibat ibadah tersebut.
Bahkan Rasulullah pernah berkata, bahwa puasa dalam perjalanan itu maksiat, apabila karena puasa yang dilakukan tersebut mengancam jiwa dan kesehatan orang tersebut. Akan tetapi bukan berarti Rasulullah melarang orang berpuasa dalam perjalanan. Maksiat dalam konteks ini menurut Syamsul adalah memaksakan diri dalam agama.
Selanjutnya, prinsip keempat dalam melaksanakan perintah agama termasuk puasa adalah sesuai dengan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Secara khusus, prof Syamsul menjelaskan tentang hal-hal yang membatalkan puasa dan yang tidak.
Merujuk Al Qur’an dan hadis, diantara tindakan yang membatalkan puasa adalah makan dan minum, berhubungan suami-istri pada siang hari, dan muntah yang disengaja. Kemudian juga ada hal yang masih dalam perselisihan membatalkan puasa atau tidak, yaitu bekam atau mengambil darah kotor.