Oleh: Muhammad Adam Ilham Mizani
Ada sebuah kata mutiara yang pernah saya baca di dalam buku pedoman individuasi kader, “Bukan kader IMM sejati kalau setiap hari hanya membaca di bawah lima puluh halaman, bukan kader imm sejati kalau tidak suka berdiskusi dan menulis dan bukan kader IMM sejati kalau tidak suka filsafat“.
Seruan untuk membaca, berdiskusi dan menulis serasa menjadi makanan pokok alias kebutuhan primer yang harus diaktualisasikan dalam diri kader IMM. Adanya sebuah tradisi keilmuan di setiap pimpinan IMM baik tingkat Dewan Pimpinan Pusat (DPP) sampai tingkat pimpinan komisariat menjadi identitas diri yang harus disyukuri, dipertahankan dan dilestarikan seluas-luasnya. Mengapa demikian, masih banyak Pimpinan IMM lain yang sedang mencoba bahkan belum sama sekali mengetahui dan memiliki identitas (ciri khas) tradisi di bidang apa.
Dalam realitas praktis, gerak kader-kader IMM memiliki keragamaan pemikiran, kemampuan potensi dan ciri khas karakter masing-masing dan tentu tidak bisa memukul sama rata. Perbedaan dalam gerak taktis dalam aspek keagamaan, keilmuan dan kemasyarakatan menjadi tiga ranah yang sering orang pandang di tubuh IMM.
Eksistensi IMM dalam perjalanan pergerakannya selalu menemukan momentum. Baik itu dalam internal maupun persoalan eksternal organisasi sebagai medan jihad dialetika perjuangan. Pada evolusi gerak IMM dituntut untuk menghasilkan gagasan besar sebagai tanggung jawab dari sebuah basis dan nilai dan identitas IMM itu sendiri. Dalam proses dinamisasi pemikiran IMM setiap kepemimpinan mengalami perubahan kultur yang berbeda, pluralitas pemikiran dan geraknya tidak serumpun keilmuan yang sama.
Bukti otentik adalah kurangnya kajian tentang IMM. Bukti lainnya, struktural IMM di Cabang dan Komisariat memiliki karakter dan ciri khas yang berbeda-beda dalam perkaderan dan keilmuan. Dalam hal ini di Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Cabang Sukoharjo yang memiliki 6 Komisariat di antaranya ada PK IMM Muhammad Abduh FAI UMS, PK IMM Pondok Hj.Nuriyah Sobron, PK IMM K.H Mas Manshur, PK IMM H.Misbach, PK IMM Mahad Abu Bakr Putri dan PK IMM Abu Toyib. Dari 6 komisariat tersebut memiliki ciri khas, ada yang lebih menonjol pada sisi Religusitas, Humanitas dan Intelektualitasnya. Beragam perbedaan itulah yang menjadikan eksistensi IMM memunculkan momentum dalam mengukir sejarahnya.
Program Baret Merah Pimpinan Cabang IMM Sukoharjo
Secara sederhana IMM adalah salah satu bagian organisasi Muhammadiyah yang bertekad untuk terus meningkatkan kualitas diri, memiliki komitmen yang kuat dalam bidang agama (Reliugisitas ), akademis (intelektualitas) dan sosial (humanitas). Secara falsafah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah ( IMM ) sebagai gerakan intelektual, PC IMM Sukoharjo dalam salah satu grand design periode 2020 mengangkat tema keilmuan sebagai dasar dalam bergerak. Dalam perjalanan sejarah awal berdirinya PC IMM Sukoharjo diarahkan ke ranah intelektual dengan tujuan agar memiliki ciri khusus dalam identitas IMM. Salah satu program yang unggulan kelimuan PC IMM Sukoharjo adalah Baret Merah (BM) yang dinangungi Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan (RPK). Acara baret merah yang berskala nasional ini sudah memasuki angkatan ke XX. Terakhir diselenggarakan pada tanggal 1-16 Februari di Hotel Ramayana Universitas Muhammadiyah Surakarta ( UMS ).
Konsep Baret Merah (BM) diambil dari kelompok diskusi angkatan di Pondok Hajjah Nuriah Sobron yang di pimpin oleh Zakiyuddin Baidhowi (sekarang guru besar di IAIN Salatiga) dan sekarang resmi menjadi kegiatan keilmuan di PC IMM Sukoharjo. Proses terbentuknya tradisi intelektual yang membentuk struktur keilmuan di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah secara umum terutama pada studi kasus Baret Merah ( BM ) PC IMM Sukoharjo, berdasarkan data yang didapat melalui dokumentasi, dapat dilihat melalui dua cara.
Pertama, referensi bacaan yang mempengaruhi alam pikiran internal organisasi atau dari luar organisasi. Sebab, keberadaan referensi sebagai bacaan tidak hanya mempengaruhi pemikiran kader, melainkan terdampak pada gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah itu sendiri. Dilihat dari agenda yang dirancang pada Baret Merah (BM) terutama referensi buku-buku yang dibaca adalah mengenai tentang filsafat, teori sosial dan tokoh tokoh filsuf muslim. Secara khazanah keilmuan referensi bacaan tersebut berdampak pada pengembangan daya pikir kader IMM.
Kedua, untuk mengetahui tradisi intelektual kader atau gerakan adalah mengetahui tokoh atau sosok yang mempengaruhinya, sebab dari tokoh tersebut bisa mengembangkan kreativitas berpikir. Di dalam karya buku berjudul Genealogi Kaum Merah Pemikiran dan Gerakan, tokoh yang mempengaruhi pemikiran kader dari kalangan Non-Muhammadiyah dan Muhammadiyah. Tokoh inspiratif dan mempengaruhi pemikiran kader. Berdasarkan survey, nama Soekarno termasuk yang paling banyak dianggap memberi pengaruh pada sebagian aktivis. Sedangkan dari dalam Muhammadiyah adalah sosok Kiai Ahmad Dahlan sebagai pilihan inspiratif. Berikutnya disusul nama Prof. Amien Rais dan Prof. Din Syamsuddin karena juga sebagai kader IMM. Baret Merah yang memiliki target untuk membaca dan mendiskusikan berbagai tokoh dan pemikiran, memiliki dampak dalam proses pembentukan pola pikir kader PC IMM Sukoharjo.
Tangga Metodologi Baret Merah
Konsep Baret Merah (BM) memiliki beberapa tahap. Pada tahapan pertama, kader dilatih untuk bersaing memberikan dokumentasi (biodata diri, pengalaman dan prestasi) yang terbaik. Tahapan kedua, dilatih untuk menguji kemampuan menganalisis persoalan dengan diberikan tema pilihan untuk menyusun tulisan yang Ilmiah. Sedangkan tahapan terakhir adalah proses screening, diproses inilah tim fasilisator melakukan uji wawasan dan karakter peserta. Dari tahapan itu semua tujuannya adalah membentuk peserta Baret Merah bertanggung jawab atas apa yang sudah dilaksanakan di setiap tahapannya. Pada proses pelaksanaan, peserta Baret Merah diberikan aturan terbuka dan bebas dengan berprinsip bertanggungjawab atas tindakan yang dilakukan. Dalam forum, peserta bebas berpendapat, menafsirkan dan berargumentasi pada setiap pembahasan materi dan sub-tema. Baret Merah (BM) dengan konsep keterbukaan dan bebas berdialetika, membuat tangga paradigma terbentuk baik berupa pengotimalan kesempatan belajar membaca serta pengotimalan kebebasan berdialetika.
Metodologi merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh kebenaran melalui penelusuran dengan tata cara tertentu. Tangga metodologi dalam Baret Merah dilakukan melalui proses awal pencairan kerangka berpikir dengan rasionalitas dan logika yang dilatih melalui pencairan jawaban kebeneran materi ataupun sub tema dari berbagai sudut pandangan teori dan tokoh. Tahapan selanjutnya adalah memberikan interprestasi dari tema yang didapat. Kemudian memberikan jawaban atas persoalan yang diberikan kawan lainnya dan memberikan simpulan dari sudut pandang sendiri. Dari berbagai proses pencarian kebenaran atau persoalan hingga pada tahapan simpulan dilalui dengan memainkan rasionalitas dan logika.
Tangga aksi merupakan bentuk luaran yang dicapai atau aksi nyata pasca mengikuti Baret Merah. Beberapa targetan luaran (output) di antaranya menulis di media atau membuat forum diskusi. Proses pelaksanaan dijalankan oleh setiap kader IMM. Salah satu tujuan tangga aksi dalam Baret Merah adalah menemukan karakter diri melalui metodologi yang sudah dipelajari. Dengan mengetahui karakter diri akan lebih mudah memposisikan sesuai kompetensinya. Mengiat di IMM memiliki piramida kader (kader aktivis, kader konseptor, kader pemikir dan kader ideologis). Pengaruh besar Baret Merah (BM) dalam proses pembentukan intelektual kader IMM selain pada tiga tahapan di atas, juga dipengaruhi oleh kesadaran personal kader dalam berkomitmen kuat membudayakan tradisi membaca, berdiskusi serta adanyadorongan untuk mendukung dan mengembangkan perkaderan pendukung Ikatan Mahasiswa Muhamamdiyah (IMM). Dari keseluruhan tiga Proses di atas, pada subtansinya aktivitas Baret Merah dalam merespon dan membentuk intelektual Muhammadiyah dibudayakan dari kebiasaan dan penekanan untuk selalu membaca, berdiskusi dan berdialetika di segala sudut ruang dan waktu.
Maka secara khusus, Baret Merah (BM) menjadi program perkaderan pendukung yang memiliki tujuan untuk membangkitkan nalar kritis kader IMM, membudayakan literasi, mewujudkan kader yang memiliki wacana keilmuan yang matang, memiliki kerangka teoritis dalam pembacaan sosial dan radikal dalam gerakan. Baret Merah (BM) menjadi program yang berskala nasional untuk kader IMM seluruh Indonesia dan sudah memiliki dua puluh Angkatan (Alumni). Pendalaman materi dalam Baret Merah adalah mengenai kajian filsafat sebagai basis keilmuan. Dalam pembentukan gerak dan pemikiran intelektual kader melaui Baret Merah (BM), memiliki cara dalam pembentukanya, di antaranya melalui: (1) “tangga paradigma” yakni motivasi, komitmen dan pembacaan karakter; (2) “tangga metodologi” yakni sebagai mediator kerangka berpikir dengan memfungsikan logika dan rasionalitas untuk menemukan jawaban kebenaran, dan (3) “tangga aksi” berupa instrumen aksi nyata buah dari pemikiran dan pembentukan sikap kader.
*Penulis adalah aktivis IMM Sukoharjo dan Mahasiswa Pascasarjana UMS
Editor: Fauzan AS