MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURABAYA — Pengamat media dan pendiri Drone Emprit sebuah platform penjelajah percakapan di media sosial, Ismail Fahmi mengatakan, pesatnya peningkatan penguna media sosial memberikan tantang tersendiri. Sehingga organisasi masyarakat termasuk Muhammadiyah harus disiapkan untuk menghadapai ini.
Pada tahun 2018 sampai tahun 2020, penguna media sosial khususnya twitter mengalami peningkatan lebih dari 50 persen. Dari pengguna tersebut, paling banyak adalah generasi milenial sebanyak 35,4 persen, dan di urutan kedua ada generasi Z sebanyak 30,3 persen.
“Kalau kita bicara tentang masa depan peradaban, berarti kita sekarang bicara tentang generasi Z,” kata Ismail Fahmi pada (22/2) dalam acara Digital Student Forum yang diselenggarakan oleh PW IPM Jawa Timur.
Menjelaskan tentang Artificial Intelligence (AI), menurutnya AI merupakan alat yang secara otomatis belajar dari perilaku penguna media sosial. Sementara, model yang dihasilkan algoritma membuat perilaku membagi disinformasi jauh lebih mudah dilakukan, dari pada perilaku mencari dan menyebarkan kebenaran.
“Pilihan kita ternyata membuat percaya atau tidak percaya terhadap disinformasi. Itu yang lebih menentukan, bukan logika kita,” terangnya
Menurutnya, pilihan ideologi tertentu yang diekspresikan melalui media sosial rentan membeku dan menimbulkan ketengantang dengan pengguna lain yang memiliki pilihan dan pandangan yang beda. Ketegangan ini bukan hanya terjadi di media sosial, namun juga diekspersikan dalam bentuk nyata di dunia nyata.
“Indonesia dulu sih ada polarisasi, tapi dulu itu tidak sekeras sekarang, brutal dan begitu ditampakkan. Kini semua serba kelihatan, karena semua kelihatan di media sosial. Lalu apa yang bisa kita harapkan dari masa depan jika itu terus dibiarkan,” ungkapnya.
Dalam pembacaannya, percakapan di media sosial yang bersifat dangkal, semakin meruncingkan perbedaan, menawarkan konsumerisme, dan menimbulkan kontroversi, yang paling diuntungkan adalah perusahaan. Perbedaan yang dipupuk dan diperuncing dalam media sosial jika dibiarkan akan memicu adanya perang sipil.
Mengisi Konten Positif Tentang Muhammadiyah
Melihat realitas media sosial yang sedemikian rupa, Ismail Fahmi memandang Muhammadiyah sekarang bisa dikatakan sudah lebih baik dari pada yang dahulu. Namun demikian, di top influencer Muhammadiyah di twitter dari lima akun hanya 1 akun resmi milik Muhammadiyah dan 1 akun media netral, dan 3 lainnya adalah akun milik oposisi.
Karena itu ia mendorong kepada kader, warga, simpatisan, dan organisasi otonom Muhammadiyah untuk lebih aktif membicarakan Muhammadiyah di media sosial. Hal ini dimaksudkan supaya percakapan mengenai Muhammadiyah berisi konten-konten positif tentang Muhammadiyah, bukan kuat unsur tarikan politiknya.
“Kita masih belum mewarnai, kalau bisa percakapan Muhammadiyah adalah tentang Amal Usaha Muhammadiyah. Kita kan banyak yang dilakukan mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi kan, banyak sekali yang bisa kita lakukan,” ujar Kader Muhammadiyah asal Bojonegoro ini.
Percakapan berisi konten positif yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah diharapkan bisa memperbaiki informasi yang dikonsumsi publik. Dalam pandangannya, sikap kritis dan independen yang dimiliki oleh Muhammadiyah harus dikawal dengan baik, karena sikap demikian acapkali dimanfaatkan oleh pihak oposisi untuk menarik Muhammadiyah dalam pusarannya.