MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Memperingati Hari Gizi Nasional pada 25 Januari 2021 tahun ini menjadi refleksi bagi kita semua bahwa persoalan gizi di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah yang besar untuk bangsa ini.
Berbicara apa yang harus dilakukan, hal yang pertama tentunya kebijakan yang harusnya linier antara Pemerintah Pusat dengan Daerah tentang persoalan gizi harus sejalan.
“Pemerintah daerah harusnya betul-betul mengawasi dan memastikan bahwa gizi warganya sudah tercukupi dengan baik. Kenapa harus ditekankan, karena gizi akan mempengaruhi kualitas masa depan generasi Indonesia,” ujar Diyah Puspitarini, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Nasyiatul ‘Aisyiyah kepada redaksi muhammadiyah.or.id, Senin ( 25/1).
Diyah mengajak untuk melihat angka stunting di Indonesia yang berjumlah 27%. Artinya bila ada sepuluh orang anak maka dua atau tiga anak diantaranya terkena stunting. Dari persoalan stunting saja bisa berdampak pada berbagai macam.
Misalnya, Pendidikan atau tingkat intelektual menurun, tumbuh kembang anak, dan perkembangan IQ atau otak. Jika penyakit degradasi ini semakin dibiarkan akarnya maka akan jadi persoalan yang serius 10 hingga 30 tahun ke depan. Bahkan mungkin bisa menjadi persoalan yang tidak akan selesai.
Menurut Diyah, hal itu bisa terjadi karena gizi menyertai tumbuh kembang hidup manusia dari lahir hingga meninggal.
Apa yang perlu dilakukan?
Pertama, kita harus sadar kalau tugas ini hanya dilakukan pemerintah itu tidak akan pernah selesai. Maka, Diyah mengajak agar setiap kita menyadari pemenuhan gizi dalam keluarga harus cukup. Porsi piring yang seimbang bisa mencukupi kebutuhan gizi per-hari dari keluarga tersebut.
“Kedua harusnya ada kerja sama yang linier yang sejalan sinergi antara Pemerintah Pusat, Organisasi masyarakat bahkan dari Pusat sampai desa. Artinya ormas seperti Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah juga harus ada,” jelas Diyah.
Peran ormas menurutnya untuk sejalan mengingatkan, mensosialisasikan dan mengusahakan pemenuhan gizi dengan cara sederhana dari lingkungan sekitar. Lebih jauh lagi, sampai pada tahap bagaimana jika anak kekurangan gizi.
Gerakan tersebut harus menyasar berbagai pihak seperti ibu hamil, pasangan usia subur, persiapan perkawinan juga harus diperhatikan. Apabila itu bisa terlaksana dengan baik maka bisa memutus rantai mal nutrisi yang terjadi di Indonesia. Sehingga betul-betul menuju tahun Indonesia emas di tahun 2045.
“Selamat Hari Gizi Nasional, bersama dengan bangsa ini akan terus memastikan dan menyerukan serta mensosialisasikan bahwa pemenuhan gizi tidak hanya baik untuk anak, tapi ibu, bapak dan lainnya,” tutup Diyah.