MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Keberadaan Majalah Suara Muhammadiyah bagi perjalanan Muhammadiyah telah menorehkan jejak emasnya dalam mencerdaskan bangsa dan gerakan keilmuan. Telah terbit sejak tahun 1915 Majalah Suara Muhammadiyah (SM) telah memperkenakan bahasa Indonesia (dulu, Melayu) sejak tahun 1922. (Haedar, 2020)
Bahkan kehadiran SM seperti disebutkan Ketua Umum PP Muhamamdiyah Haedar Nashir bersama Gerakan Taman Pustaka telah membawa dampak besar bagi kesadaran hidup dengan cara modern sejalan nilai-nilai Islam berbasis iqra’ dan tajid.
Kini keberadaanya meskipun sempat mengalami jeda versi cetaknya di tengah kondisi pendemi Covid-19 dengan hanya menghadirkan digital dan online, majalah dakwah Islam tertua di Indonesia kembali menerbitkan majalah edisi cetaknya.
Isngadi Marwah Atmadja, Redaktur Eksekutif Majalah Suara Muhammadiyah menyebut kehadiran Majalah SM cetak tetap menjadi magnet bagi pembaca khusunya warga Muhammadiyah tak tergantikan, meskipuan mereka telah membaca online dan berlangganan versi digitalnya tetap meminta untuk majalah cetak secara fisik.
Perjalanan Majalah SM banyak diilhami dari kearifan lokal Muhammadiyah di daerah terlihat dalam Majalah SM tahun 1931 yang pernah terbit 3 kali bahkan 4 kali dalam satu bulannya bertumpu pada para penulis-penulis dari seluruh daerah.
Bahkan 70% warga Muhammadiyah menganggap Majalah Suara Muhammadiyah adalah panduan dan tuntunan dalam ber- Muhamamdiyah dan ber-Islam. Maka, apapun yang ditulis di Majalah SM tidak boleh “salah” dan menimbulkan keresahan. Inilah yang menjadi pegangan Majalah SM sampai sekarang.
Redaktur Eksekutif Suara Muhamamdiyah sempat dibuat haru saat berjumpa pimpinan cabang dan ranting Muhammadiyah dan menjumpai tulisan Majalah SM distabilo (digarisbawahi). Bahkan tak jarang Majalah SM menjadi bahan kutipan dan dijadikan bahan ceramah dan panduan dalam segala hal.
“Maka, ini bener-bener membuat berat redaksi Majalah SM. Ketika SM masih menganggap masih sekedar majalah agak ringan tapi setelah sadar bahwa Majalah SM adalah panduan menjadi agak berat menyeleksi naskah dan berfikir selektif lagi,” kata Isngadi dalam Proyeksi dan Apresiasi Suara Muhammadiyah tahun 2020-2021.
Pasalnya apapapun yang ditulis Majalah SM harus menjadi pencerahan, sejalan dengan yang disebutkan Ketua Umum PP Muhamamdiyah Haedar Nashir, Majalah SM harus memberikan pengayaan dan menarik baik untuk generasi muda maupun generasi tua.
Kehadiran Majalah SM menjadi jembatan bagi semua pembaca layaknya sandal jepit dan sepatu jinjit. Disebutkan Malik Fadjar (Allahu Yarham) ‘Majalah SM harus bisa menyantuni orang bersandal jepit dan juga melayani orang yang bersepatu jinjit’. Itulah ring yang coba terus diikhtiarkan Redaktur Majalah SM dalam menghadirkan sajian bacaanya.
Salah satu ikhtiar lain Majalah SM adalah memberikan apresiasi kepada kontributor daerah dan para penulis yang terus menerjemahkan visi misi yang sesuai dan selaras dengan Muhammadiyah.
“Dengan tulisan beragam gaya dan beragam versi serta pemikiran dari para penulis Majalah SM tetapi tujuan sama yaitu membawa kemajuan dan merubah pola pikir,” kata Isngadi.
Misalnya dalam edisi Majalah SM tahun 1926-1931 bertumpu pada penulis-penulis daerah dan redaktur hanya menyelaraskan bahkan ketika terjadi transisi dari bahasa jawa ke bahasa melayu Redaktur Majalah SM sempat mengeluh.
“Memang tidak sulit tidak gampang kita yang terbiasa berfikir, menulis dan berbicara dalam bahasa jawa tiba-tiba dipaksa untuk menulis dan berfikir dengan bahasa melayu tetapi ini harus dicoba demi Muhammadiyah secara nasional,”.
Isgadi menjelaskan, Redaktur tahun 1926 menulis seperti itu dan para penulis lokalpun dipaksa untuk bahasa melayu.
Tentu kondisi ini tidak membuat sulit jika warga Muhammadiyah yang di Sumatera tetapi akan sulit bagi daerah yang berada di Jawa bagian Timur dan Tengah sehingga banyak yang mengeluh, tolong redakturnya yang memelayukan. Tetapi waktu itu Redaksi Majalah SM menolak.
Bertolak dari rentetan perjalanan tersebutlah Isngadi berharap dalam Proyeksi dan Apresiasi Majalah SM yang digelar pada (30/12/2020) menjadi momen untuk elajar bersama sama belajar dan membesarkan bersama Majalah SM.
“Mulai hari ini kita sadar bahwa Majalah SM adalah pencerahan sekaligus panduan dan pegangan bersama warga Muhamamdiyah sehingga kehadirannya mampu menggugah cara berfikir tetapi tidak ruet. Memberi hal baru tetapi menyenangkan,” jelasnya.
Senada Isngadi ditegaskan pula oleh Pemimpin Perusahaan SM Deni Asy’ari, hal yang paling penting dari Majalah SM adalah media ini tidak bisa berdiri tegak media ini tidak bisa berdiri gagah tanpa hadirnya para pemikir hebat, para penulis hebat dan para netizen para kontributor yang selama ini bergabung di Majalah Suara Muhamamdiyah. (Andi)