MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA– K.H. Ahmad Azhar Basyir adalah Ketua Umum PP Muhammadiyah ke 11, memimpin mulai 1990 sampai 1995 menggantikan K.H. AR Fachrudin.
Dalam catatan sejarah tampuk kepemimpinan pusat Muhammadiyah, Ahmad Azhar Basyir adalah Ketua Umum Muhammadiyah terakhir yang berlatar belakang ulama murni. Karena setelahnya, Muhammadiyah dipimpin oleh Prof. Amien Rais, Prof Syafi’I Ma’arif, Prof Sirojudin Syamsudin, dan yang saat ini masih menjabat, Prof. Haedar Nashir.
Setelah tamat dari Madrasah Aliyah Yogyakarta tahun 1952, Pak Azhar melanjutkan pendidikan tingkat tinginya di Perguruan Tinggi Agama Islam Yogyakarta (sekarang UIN Suka), kemudian berkelana menuntut ilmu di Jurusan Adab Fakultas Sastra, Universitas Baghdad, dan Studi Islam Fakultas Dar al-’Ulm, Universitas Kairo.
Jalan panjang keilmuan Ahmad Azhar Basyir tersebut diakui oleh semua kalangan, baik yang semasa maupaun setelahnya. Seperti pengakuan yang disampaikan Prof. Kamsi, Guru Besar Politik Hukum Islam UIN Sunankalijaga. Di mana pada tahun 1980-an dirinya bertemu dengan Azhar Basyir sebagai mahasiswa dan dosen.
Menurutnya, Azhar Basyir sebagai dosen memiliki basis keilmuan Filsafat Islam yang mendalam dan meluas. Dalam pandangannya, Pak Azhar berhasil menyakinkan mahasiswanya untuk mempelajari ilmu Filsafat Islam. Pak Azhar menjelaskan sejak awal datang, Islam itu sudah berfilsafat.
“Ketika filsafat itu tidak diartikan semata-mata sebagai sebuah ontologi atau hakikat, filsafat cabang didalamnya adalah metode, nabi itu sudah mulai berfilsafat,” ucap Prof. Kamsi menirukan
Menurutnya, metodologi sebagai alat menggali hukum Islam mampu dioprasionalkan dengan baik oleh Ahmad Azhar Basyir. Ia juga menjelaskan, metodologi sebagai cabang filsafat mampu diintegrasikan dengan baik oleh Pak Azhar dengan berbagai pendekatan keilmuan Islam untuk menjelaskan suatu hukum.
Pembahasan fikih dalam buku “Fikih dan Pranata Sosial di Indonesia”, yang ditulis oleh Ahmad Azhar Basyir, menurut Prof. Kamsi mempraktikan fikih historitas. Karena dalam mengupas persoalan-persoalan, dalam buku ini mencoba memaparkan pendapat dari berbagai kalangan ulama.
“Dan pendapat itu tentunya akan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi,” imbuhnya.