MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) dirancang oleh pemerintah untuk memudahkan investasi dan ketersediaan lapangan kerja. Kesehatan menjadi salah satu bab yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Melalui rancangan peraturan pemerintah (RPP) UU Cipta Kerja Perumahsakitan misalnya, pemerintah menyasar kemudahan bagi para pelaku usaha untuk lebih mudah mendirikan rumah sakit swasta, baik dengan tujuan mencari laba ataupun nir-laba.
Akan tetapi, Ahli Kesehatan Masyarakat dari Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany melihat ada sekian aspek yang tidak sinkron di dalam RPP UU Cipta Kerja Perumahsakitan sehingga perlu ditinjau ulang.
“Struktur susunan hak dan kewajiban RS dalam RPP tidak efisien, banyak berulang-ulang dan berpotensi konflik,” ujarnya dalam forum webinar Tim Serap Aspirasi Cipta Kerja bersama Majelis Pembina Kesehatan Umum PP Muhammadiyah, Senin (21/12).
Hasbullah mengungkapkan banyak draft di dalam RPP yang masih menggunakan pola lama, pengulangan pasal dan tidak sinkron dengan perkembangan visi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Jika tidak dibenahi, menurutnya akan timbul kerugian publik akibat penyalahgunaan wewenang.
Secara khusus, Hasbullah meminta draft yang mengatur perijinan di tingkat pemerintah daerah (Pemda) untuk lebih mengatur adanya transparansi perkembangan dan perijinan sehingga pendirian rumah sakit sesuai dengan kebutuhan daerah dan bukan karena desakan investor semata.
Hasbullah juga menuntut terpenuhinya hak-hak yang dimiliki oleh pasien dalam pelayanan rumah sakit baik dalam bentuk pelayanan maupun terjaminnya keamanan data pribadi pasien.
“Hak dan kewajiban pasien seharusnya juga diatur rinci disini. Hak dan kewajiban pasien sangat minim diatur, padahal pasien adalah klien utama rumah sakit,” jelasnya.
Perincian hak dan kewajiban itu diperlukan antara lain untuk menjamin prioritas penyelamatan jiwa, melindungi pasien dari kesalahan penanganan, malpraktik, penyalahgunaan data pasien, sekaligus menjamin perlindungan terhadap tenaga kesehatan.
“Banyak saya kira kalimat-kalimat yang ada di RPP yang musti dirombak baik susunannya maupun kalimatnya,” tutup Hasbullah. (afn)