MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir pada Rabu (2/12) menyampaikan amanat dalam Pembinaan Pimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA).
Haedar menyampaikan delapan poin penting, pertama, Haedar meminta PTMA yang sudah terkareditasi A harus berbagi virus kemajuan dan membantu bagian yang lainnya. Sehingga semangat ini terus di masifkan.
“Adanya amal jariyah yang diberikan dengan dasar ta’awun. Gedung bagus dan hebat namun tidak manfaat itu tidak akan dibawa sebagai amal jariyah. Karena hal yang akan dibawa adalah ilmu yang akan kita tularkan. PTMA yang sudah besar akan semakin besar jika berbagi. Karakter Muhammadiyah adalah pihak yang membantu tetap semangat dan yang dibantu akan semakin semangat,” tutur Haedar.
Kedua, Haedar meminta PTMA memperkuat jaringan ke dalam dan ke luar secara institusi.
“Semua bagian saling berjaringan agar tidak berjalan sendiri-sendiri. Saling berjaringan dan jangan merasa lemah. Adanya tata kelola keuangan yang keliru diakhir jabatan adanya ahli yang tidak normal sehingga menjadi masalah. Diperlukan tata kelola yang bersistem dan berjalan baik sehingga pengelolaan yang lain juga dapat berjalan dengan baik. Seiring dengan kemajuan PTMA yang semakin sejahtera diiringi tata kelola keuangannya semakin baik juga,” jelas Haedar.
Konsolidasi Pengelolaan Akademik
Ketiga, konsolidasi pengelolaan akademik. PTMA harus selalu melakukan akselerasi dan jangan jalan ditempat, di era kedatangan lembaga asing dan UU Cipta Kerja harus dikuatkan dengan pengelolaan akademik dengan akselerasi.
“Penguatan SDM menjadi spesialisasi yang semakin ditingkatkan kualitasnya, kehadirannya menjadi tampak berbeda dari para ahli yang lain. Mereka yang ahli merancang dan menguasai dunia pendidikan di era digital sehingga ketika ahli ini diperlukan maka pengalaman internasional atau pengalaman para ahli ini dapat diperlukan,” kata Haedar.
SDM tidak hanya memenuhi syarat sebagai doktor, dan prasyarat lainnya, namun memenuhi syarat spesifik diatas rata-rata.
“Jika ada dosen muda yang integritas bagus, dukung sehingga kemampuan dan keahliannya semakin berkembang. Muhammadiyah memerlukan itu. Sebagai contoh Fakultas Agama Islam di seluruh PTMA harus diatas rata-rata. FAI harus menjadi research bagi majelis tarjih dan sumber SDM yang bagus,” tegas Haedar.
Keempat, penguatan paham Islam dan berkemajuan. Dengan adanya Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) menjadi ciri khas dari PTMA, harus ada regulasi baru untuk para pengajar AIK di PTMA.
Kelima, integritas kepribadian berbangsa dan bernegara. “Harus ditularkan pada dosen dan karyawan, karena kita menjadi bagian dari bangsa dan negara. Namun jangan menjadi partisan. Kecuali dosen yang menjadi politisi dan maju melalui regulasi yang benar itu kita dorong. Bagi dosen yang menjadikan kesibukannya untuk penulisan di jurnal dan media massa itu lebih baik karena hal tersebut juga memperkuat basis intelektual,” ucap Haedar.
Keenam, perencanaan strategis . Perlunya perencanaan strategis misalnya harus betul-betul cermat dalam pengelolaan dana.
Ketujuh, mengembangkan kepemimpinan. Adanya sistem birokrasi, kebesaran seseorang harus mampu membesarkan organisasi. Sehingga adanya persyarikatan yang hadir dari kata syirkah yakni bersekutu dan bersatu padu dalam kekuatan sistem dan menjadi sesuatu hal yang mempunyai nilai lebih.
“Konsep pimpinan yang harus ditekankan, siapapun pimpinan PTMA harus menyiapkan dan memberikan kesempatan pada kadernya untuk menjadi penerus. Kedua, kepemimpinan PTMA harus memiliki kemampuan dalam memobilitasi potensi. Ketiga, adanya perencanaan dan planning sistem agar tetap eksis. Kepemimpinan PTMA harus ada nilai keutamaan. Tetap rawat nilai moral dan integritas diri, karena harta termahal kita adalah akhlak, moral sehingga ketika kita sudah tidak menjabat kita tetap dapat tuma’ninah. Kepemimpinan seperti ini akan mengayomi persyarikatan,” jelas Haedar.
Delapan, membangun kemajuan bersama Persyarikatan. “Jika adanya hubungan yang kurang baik, perbaiki. Setiap orang perlu belajar untuk rendah hati dan jauhi angkuh diri. Rendah hati merupakan modal yang mahal. Ketika ada keperluan penting persyarikatan, harus adanya sistem ta’awun yang baik. Semangat kebersamaan itu penting,” tutup Haedar.