MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA– Kesehatan masih menjadi persoalan krusial bagi sebagian besar masyarakat, terlebih kelompok pinggiran pemulung yang berada di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi.
Hal tersebut disampaikan oleh Chairunnisa, Ketua Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah. Setelah melakukan identifikasi, ditemukan fakta bahwa daerah tersebut yang dihuni oleh ribuan pemulung, memiliki kesulitan terhdap akses kesehatan.
Secara spesifik, PP ‘Aisyiyah melakukan identifikasi terhadap permasalahan gizi pada anak-anak pemulung. Kasus permasalahan gizi pada anak pemulung erat kaitannya dengan rendahnya taraf ekonomi dan kurangnya pengetahuan.
“Setelah kita dapatkan data-data tersebut kita membuat program yang dilakukan uuntuk literasi gizi terlebih dahulu kepada kaum ibu di situ.” katanya pada (7/11) dalam acara Rapat Koordinasi Nasional Muhammadiyah tentang Kesehatan Masyarakat oleh MPKU PP Muhammadiyah.
‘Aisyiyah Bersinergi dengan Lembaga Lainnya
Setelah melakukan identifikasi, langkah kemudian yang diambil adalah bersinergi institusi atau lembaga yang memiliki kesamaan visi dan misi pemberdayaan masyarakat, khususnya dalam bidang gizi.
Kemitraan yang dibangun oleh ‘Aisyiyah dimaksudkan untuk mengakumulasi potensi, menginggat cakupannya yang luas namun dengan resources terbatas, ‘Aisyiyah membutuhkan mitra sebagai upaya memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh stakeholdeer terkait.
“Karena di sini sebagai pilot project, kita berharap diakhir ujungnya nanti ini akan menjadi pengembangan organisasi supaya bisa menjadi keberlangsungan program tu kita dirikan Ranting.” imbuhnya
Selain penguatan dampingan, menurut Chairunnisa, yang penting untuk diperhatikan adalah penguatan pengetahuan bagi para pendamping yang akan melakukan edukasi kepada masayrakat.
Rumah Gizi Bantar Gebang
Saat ini, selain bentuk sosialisasi yang diberikan kepada kelompok pemulung, Majelis Kesehatan PP ‘Aisyiyah pada 13 Oktober 2020 juga telah meresmikan Rumah Gizi Bantargebang. Rumah Gizi tersebut sebagai ‘situs’ untuk menandai gerakkan ‘Aisyiyah yang dilakukan kepada kelompok pemulung.
“Yang awalnya hanya Rumah Gizi, kita kembangkan disitu menjadi Griya Sehat Ibu dan Anak ‘Aisyiyah. Nah, ini semoga nanti menjadi wadah berbagai kegiatan di dalam pembinaan warga di Bantargebang.” ucapnya
Kegiatan tidak langsung berhenti setelah program tersebut berjalan, melainkan harus dilakukan monitoring dan evaluasi (monev). Menurut Chairunnisa, monev bisa dilakukan atau diamanahkan kepada pimpinan ‘Aisyiyah sekitar, misalnya pimpinan tingkat daerah atau wilayah. (Aan)