MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Guru Besar Emiritus Universitas Muhammadiyah Surakarta Abdul Munir Mulkhan menyoroti pentingnya para dai atau guru agama memperhatikan kurikulum dan materi dakwah yang multiperspektif dan tidak mengarahkan umat pada pemahaman sempit antara benar-salah atau halal-haram semata.
Dalam Diskusi Kebangsaan Islam Nusantara Center, Kamis (25/2) anggota Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah tersebut menyebut bahwa pemahaman dualistis itu adalah salah satu sumber dari gejala radikalisme di tengah-tengah umat.
“Apa yang diajarkan cenderung legalistik, matematik, tidak ada pilihan ketiga. Serba hitam putih. Agama yang melembaga itu yang menjadikan keras, atos, kaku, tidak fleksibel berkomunikasi dengan dinamika sosial budaya penganutnya sendiri,” jelas Mulkhan.
Dengan memperhatikan kurikulum dan materi dakwah yang multi perspektif dan mampu mencerahkan umat untuk memahami mana hal yang boleh berubah dan mana yang tidak boleh berubah di dalam Islam, Mulkhan percaya gejala radikalisme dapat dikikis.
Termasuk menampilkan kembali bahwa ajaran Islam yang sejati adalah Islam yang penuh rahmat dan kasih sayang kepada seluruh makhluk.
“Sesungguhnya Islam itu rahmatan lil alamin. Tidak peduli orang sekeyakinan dengan kita atau tidak. Bagaimana Islam itu menebarkan kedamaian. Berislam itu bersosial, tidak bisa hitam putih,” tegasnya.
Selain menghindari klaim sepihak terkait pilihan fikih, Mulkhan menyebut bahwa sudah saatnya tokoh-tokoh Islam yang memiliki banyak pengikut memperkaya umat dengan perspektif yang luas.
“Radikalisme, intoleransi menyasar orang dewasa, juga anak-anak dan milenial hanya bisa diredam lewat humanisasi syariah melalui ijtihad ulang dengan kehadiran tokoh kharismatik beraura nubuwah,” pungkasnya.