MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Salah satu empat unsur yang membentuk Manhaj Tarjih ialah trilogi pendekatan bayani, burhani dan irfani. Ketiganya diambil dari sistem epistemologi keilmuan yang berkembang dalam sejarah peradaban Islam.
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar dalam Sekolah Tarjih Internasional pada Sabtu (20/08) menerangkan tentang pendekatan bayani dalam mekanisme hukum Islam. Menurutnya, sistem pengetahuan bayani merupakan aspek pengetahuan Islam yang bertitik tolak dari nas sebagai sumber pengetahuan. Di dalamnya memuat ilmu usul fikih, ilmu fikih dengan berbagai cabangnya, ilmu tafsir, ilmu hadis dengan berbagai cabangnya, dan ilmu-ilmu teks lainnya.
Syamsul juga turut mengungkapkan dua prinsip penting dalam mekanisme pendekatan pengetahuan bayani, yaitu: prinsip serba mungkin (mabdau al-tajwiz) dan prinsip diskontinuitas (mabdau al-infishal). Tidak heran bila Fazlur Rahman mengatakan bahwa hukum Islam itu seperti gudang yang di dalamnya terdapat berbagai barang tetapi tidak diatur secara sistematis. Hal tersebut terjadi lantaran fikih lebih terpusat pada suatu analisis tekstual belaka dengan model deduksi peraturan-peraturan konkrit dari nas-nas, sehingga ilmu hukum lebih merupakan ilmu nas.
“Di zaman lampau ada satu kasus dijawab, kasus lainnya dijawab, timbul kasus dijawab, sehingga terdapat jawaban yang begitu banyak tapi apa teori umum, asas umum, prinsip universal yang menyatukan seluruh jawaban itu tidak nampak dalam kajian para fukaha,” terang Guru Besar Hukum Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Konsekeunsinya, kedua prinsip bayani ini meminimalisir peran kausalitas, atau bahkan dalam beberapa kasus dapat mengingkari hukum sebab akibat. Misalnya, Imam Syatibi, juris Maliki, pernah mengatakan bahwa sebab itu tidak menimbulkan akibat dengan sendirinya, dengan kata lain akibat tidak dihasilkan dari sebab, akan tetapi akibat itu terjadi secara bersamaan dengan sebab, karena sesungguhnya akibat itu merupakan perbuatan dan ketentuan Allah.
“Jadi, menurut Syatibi, akibat itu terjadi karena kehendak Allah. Kalau Allah belum menghendaki, orang yang misalkan tertabrak mobil tidak akan meninggal. Inilah yang dimaksud dengan prinsip mabdau al-tajwiz, segala sesuatu serba mungkin. Inilah ciri dari bayani,” ucap Syamsul.
Hits: 42