MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA— Di masa sekarang, dalam membangun rumah sakit atau layanan kesehatan lain tidak bisa asal bangun. Sebab, di masa sekarang dengan dahulu situasinya berbeda. Sebab kehadiran rumah sakit sudah ‘menjamur’, maka RS Muhammadiyah – ‘Aisyiyah harus variatif.
Menurut Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah bidang Kesehatan dr. Agus Taufiqurrahman aspek di atas harus diperhatikan, sebab persaingan di masa sekarang begitu ketat. Meski Muhammadiyah diketahui sebagai organisasi bumi putera yang pertama memiliki rumah sakit, tapi di masa sekarang bukanlah jaminan.
“Kita akan tetap menjadi bagian yang dipilih customer kalau kita memiliki keunikan, perbedaan dengan yang lain. Mungkin mutunya sama tapi kita berbeda. Yang berbeda kita dibandingkan dengan yang lain adalah ruh – spirit Islam yang ada di rumah sakit itu,” tutur dr. Agus pada (24/12) di acara Pengajian Akbar Rangka Tasyakuran Milad ke 32 RSI PKU Muhammadiyah Tegal.
Nilai keislaman yang dimiliki oleh rumah-rumah sakit Muhammadiyah – ‘Aisyiyah menjadi pembeda dan keunikan dibandingkan dengan rumah-rumah sakit yang lain, maka rumah-rumah sakit Muhammadiyah – ‘Aisyiyah harus Unggul dan Islami, sekaligus Islami dan Unggul. Dua nilai tersebut diharapkan menjadi keberkahan bagi pasien yang sembuh.
Oleh karena itu, seluruh civitas hospitality harus memiliki kapasitas membimbing pasien, bahkan membimbing pasien dalam keadaan kritis menuju ajal. Ciri lain yang melekat di rumah-rumah sakit Muhammadiyah – ‘Aisyiyah adalah prodhuafa’, sebagai implementasi dari semangat Al Ma’un yang diajarkan oleh KH. Ahmad Dahlan.
Dokter spesialis saraf ini menlanjutkan, ciri selanjutnya yang melekat adalah pelayanan yang didasari atas cinta kasih. Pelayanan cinta kasih atau welas asih yang dimiliki oleh Muhammadiyah sebagai antithesis dari teori Darwin, di mana pelayanan yang diberikan tidak membeda-bedakan latar belakang pasien.
“Ciri khas selanjutnya adalah pelayanannya inklusif, tidak dibatasi sekat agama, suku, ras dan golongan. Semua dilayani karena jihad kemanusiaan itu ke siapapun,” imbuhnya.
Oleh karena itu, tentang toleransi di Muhammadiyah bukan hanya pada tataran teoritis tapi sudah sampai pada implementasi – aksi. Bahkan bukan hanya pada pelayanan kesehatan, tapi juga pada Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) bidang lain juga berlaku nilai-nilai inklusif. Ciri selanjutnya adalah berkemajuan.
Maka, rumah-rumah sakit Muhammadiyah – ‘Aisyiyah tidak boleh anti akreditasi. Bahkan dr. Agus mengajak kepada rumah sakit lain yang belum terakreditas internasional untuk segera menyusunnya. AUM bidang kesehatan harus ber-fastabikul khairat dengan AUM bidang pendidikan, di mana sudah banyak universitas Muhammadiyah yang diakui kualitasnya secara internasional.