MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Selain metode, Manhaj Tarjih juga memuat penjelasan tentang pendekatan. Menurut Syamsul Anwar, pendekatan (al-muqarabat) adalah pandangan teoritis yang menjadi pintu masuk untuk melakukan kajian terhadap masalah yang dibahas. Pandangan teoritis ini diambil dari sistem epistemologi keilmuan yang berkembang dalam sejarah peradaban Islam, meliputi: bayani, burhani, dan irfani.
Jika bayani adalah sistem pengetahuan Islam yang bertitik tolak dari nas (teks), maka epistemologi burhani adalah sistem pengetahuan yang berbasis pada akal (al-‘aql) dan empirisme (al-tajribah). Episteme ini dikembangkan para filsuf dan ilmuwan Islam. Dalam keilmuan tradisional Islam istilah burhani lekat dengan penggunaan logika tradisional dalam pembuktian kebenaran. Namun, esensi dasar pendekatan burhani adalah penggunaan akal dalam agama.
“Sistem pengetahuan burhani itu berbasis pada akal dan pengalaman. Beda dengan bayani yang menggunakan teks. Kalau bayani itu dikembangkan oleh para fukaha, usuliyyin, mufassir, tapi kalau burhani itu dikembangkan oleh para filsuf,” terang Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah ini dalam Sekolah Tarjih Internasional pada Sabtu (20/08).
Berbeda dengan bayani, epistemologi burhani justru menempatkan hukum kausalitas sebagai unsur terpenting. Ibnu Rusyd, juris Maliki, pernah menulis kitab berjudul Tahafut al-Tahafut yang menegaskan bahwa siapa pun yang menolak hukum kausalitas, maka dia menolak akal. Karena sesungguhnya pengetahuan tentang akibat tersebut tidak akan menjadi sempurna kecuali dengan pengetahuan mengenai sebab. Menolak hukum kausalitas akan menghambat perkembangan ilmu pengetahuan.
Karenanya, kata Syamsul, bayani dibutuhkan dalam memahami agama, sementara burhani sangat penting untuk memahami ilmu pengetahuan. Majelis Tarjih mengambil etos keilmuan dari epistemologi burhani ini. Misalnya, ijtihad mengenai penentuan awal bulan kamariah menggunakan capaian-capaian mutakhir ilmu falak, sehingga untuk ini tidak lagi digunakan rukyat.
“Jadi menurut para filsuf, hukum sebab akibat ini sangat penting sekali. Ini sistem pengetahuan burhani. Kalau bayani diarahkan untuk memahami agama, maka burhani sangat penting untuk memahami ilmu pengetahuan,” terang Guru Besar Hukum Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ini.
Hits: 145