MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah telah mengeluarkan fatwa pada tahun 2010 bahwasannya merokok hukumnya haram. Tahun 2020 kembali mengeluarkan fatwa tentang keharaman rokok elektrik. Kedua fatwa ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan prinsip-prinsip ajaran Islam antara lain kemaslahatan umum dan keselamatan jiwa. Sebab perokok aktif memiliki kemungkinan lebih besar untuk terkena penyakit serius seperti kanker paru-paru, dan lain-lain.
“Ada bahaya yang mengancam umat manusia dalam hubungann dengan rokok, maka dua kali kami di Majelis Tarjih mengeluarkan fatwa yaitu tahun 2010 tentang keharaman rokok dan 2020 tentang keharaman rokok elektronik,” tutur Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Mohammad Mas’udi dalam acara yang diselenggarakan TvMu pada Sabtu (06/11).
Mas’udi paham betul bahwa konsekuensi keharaman rokok ini harus menghadapi sebuah korporat yang besar. Tantangan yang dihadapi ini sangat komplek karena hampir 75% anak muda di Indonesia merokok dan hampir seluruh sudut toko menjual barang bernikotin ini. Karenanya, Mas’udi mengajak seluruh elemen untuk bersama-sama melakukan konter narasi dengan kampanye para perokok aktif.
“Harus ada ikhtiar bersama-sama seluruh lini untuk melakukan kampanye. Dari Tarjih keluar fatwa keharaman rokok, dari pihak lain bisa dengan narasi yang intinya kampanye menghentikan aktivitas merekok. Kita tidak boleh bosan, meskipun kita berhadapan dengan industri besar,” ucap dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
Di Muhammadiyah, ada dua hal yang perlu diketahui, yaitu fatwa dan keputusan. Fatwa adalah pendapat agama dan dikeluarkan Majelis Tarjih. Sebuah fatwa bisa menjadi keputusan organisasi setelah dibahas dan disepakati di forum yang lebih tinggi yaitu Musyawarah Nasional (Munas) Muhammadiyah, yang khusus membahas masalah agama.