MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA – Masa pandemi yang membatasi interaksi sosial tidak lantas membuat gerakan kepanduan milik Muhammadiyah, yakni Kepanduan Hizbul Wathan (HW) patah arang.
Berpartisipasi aktif dalam menangani pandemi bersama Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC), Hizbul Wathan juga melahirkan kreativitas baru agar menjaga para peserta didik tetap melindungi diri namun juga bisa tetap berkarya.
Ketua Umum Kwartir Pusat Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Ramanda Endra Widyarsono dalam talkshow Radiomu Ngopi Bareng Den Budi, Kamis (26/8) mengungkapkan HW telah menerbitkan dua buku antologi dan kompilasi dari tulisan peserta didik dan orangtua wali.
“Kita sudah memilih satu qabilah Yogya untuk para peserta didik itu menuliskan pengalamannya selama pandemi. Harapan kita para peserta didik itu tidak hanya mendapatkan pengalaman sakit, pedih dan perih karena pandemi itu tapi juga bisa menjadikan pandemi ini sebagai momen hidup untuk berkreasi,” ungkap Endra.
Diberi judul Embun Literasi, buku antologi anak didik itu menghimpun seratus lebih partisipan. Tak hanya anak didik, Endra juga menyebut menerbitkan buku dari kumpulan 100 tulisan orangtua dan wali murid yang diberi judul Monumen Pandemi.
“Setelah kita baca semua ini ada kesamaan antara orangtua dan murid. Rata-rata mereka ingin kembali ke sekolah (luring),” ungkapnya.
Metode Bolang, Aktivitas HW Dirindukan Siswa
Ramanda Endra Widyarsono menilai kesamaan alasan kerinduan para murid dan wali murid terhadap sekolah luring karena metode pendidikan daring cenderung jenuh dan monoton.
Khusus tentang kepanduan Hizbul Wathan yang memakai sistem pedagogi di luar kelas, para murid disebutnya lebih antusias merasakannya kembali.
“Anak-anak kalau ditanya lebih senang belajar di sekolah atau di luar ya belajar (jawabnya) di luar. Pengalaman saya di HW, kelebihan HW itu pembelajarannya di luar kelas dengan metode bermain, bernyanyi, bercerita, berpetualang sehingga auranya kan menyenangkan. Karena menyenangkan, anak itu tidak merasa kalau sedang dididik, tidak merasa sedang diajar,” tuturnya.
“Jadi mereka senang dan ini kan pendidikan yang sesungguhnya. Nah di sini dalam pembinaan karakter, kami jadi merasa kalau pendidikan di ruang kelas berdasar taksonomi Bloom itu ya baru kulitnya. Taksonomi Bloom itu sasarannya kan 3 ranah kognitif, afektif, psikomotorik. Kalau di dalam ruang kelas ya rasanya hanya dikulitnya saja,” pungkas Endra.
Hits: 4